Seorang anak laki-laki bertubuh gempal mengenakan baju dogi dengan sabuk hijau tampak berdiri di pinggir jalan dengan gelisah, matanya nanar memperhatikan setiap kendaraan yang lewat, sesekali ia mendecakkan lidah dan menghentakkan kaki ke tanah. Lebih dari tiga puluh menit yang lewat latihan telah dibubarkan oleh senpai, semua teman-teman telah pulang hanya dirinya yang masih menunggu sang Mama di pinggir jalan seperti orang gila.
Sebuah sepeda motor berkecepatan tinggi berhenti tepat di hadapan anak laki-laki tersebut, suara decit ban yang memekakkan telinga membuat anak kecil bertubuh gempal itu kaget dan meloncat mundur ke belakang. Wajahnya berubah ketus ketika melihat siapa yang hampir menabrak dirinya.
“Mah, bisa nggak jangan kaya preman?” tanya bocah berusia delapan tahun itu kepada si pengendara motor.
Vidya tersenyum tipis, menutupi rasa tidak enak hatinya pada Bintang.
“Maaf, Mama sengaja ngebut, niatnya ngejar waktu agar nggak telat jemput Abin.” Vidya mencoba membela diri, tangannya sibuk memasangkan helm yang sedikit kebesaran untuk ukuran kepala Bintang.
“Mamah, dari jaman kapan sampai sekarang doyannya ngeles. Bajaj aja udah pensiun, Mamah kapan?” gerutu Bintang, dirinya kesal mendengar alasan yang Vidya berikan.
“Dasar anak duralex, Mama disamain dengan bajaj. Mau, Mama kutuk jadi maling ayam!” ujar Vidya dengan suara setengah berteriak, melawan bisingnya suara kendaraan yang lalu lalang.
“Malin Kundang, Mah. Jauh banget larinya, dikutuk jadi maling ayam.” ralat Bintang.
Vidya tersenyum geli. “Ooh ...Mama salah, ya?” Waduh, untung anak Mama pinter.” Matanya melirik ke arah spion, melihat pantulan wajah Bintang yang cemberut menghadapi kekonyolannya.
Bintang Custodio nama yang Vidya berikan pada bayi kecil yang ia temukan di depan pintu Panti Asuhan Kasih delapan tahun yang lalu. Semenjak kehadiran Bintang di panti asuhan tersebut, Vidya seolah memiliki gairah hidup yang sebelumnya sempat redup. Ya ... Vidya sempat merasa tepuruk dengan keadaan dirinya yang tidak bisa mengingat masa lalu, tidak mempedulikan keadaannya dirinya sendiri, hanya sibuk meratapi nasib. semenjak adanya Bintang, dirinya sangat bersyukur Tuhan mempertemukan mereka walau dalam keadaan yang rumit, tetapi karena itulah Vidya semakin bersemangat untuk hidup, bekerja keras agar bisa memberikan Bintang kehidupan yang lebih baik. Siapa pun tidak akan pernah mengira jika Bintang hanyalah seorang anak asuh Vidya, hubungan mereka terlihat sangat dekat layaknya ibu dan anak kandung.
Vidya menghentikan motornya di salah satu kedai makan, mengajak Bintang memilih menu makanannya sendiri.
“Abin, pilih makanannya sendiri, bilang sama mbak nya mau yang mana aja.” Vidya menyerahkan Abin pada pelayan kedai, sementara dirinya mencuci kedua tangan bersiap untuk makan.
Bintang yang telah selesai memilih menu, di antar pelayan kedai menuju meja di mana Vidya duduk manis menunggu.