Panti Asuhan Kasih, tampak lebih lenggang dari biasanya. Kepergian bu yati, beberapa hari yang lalu membuat beberapa aktivitas sedikit terhenti. Biasanya jika beliau ada di panti, akan selalu saja ada donatur yang berkunjung, atau paling tidak sekadar bertamu mengantarkan pakaian bekas masih layak pakai atau pun hanya mengantarkan roti dan makanan lain.
Hanya Ivan yang paling rajin datang berkunjung, bermain bersama anak-anak panti. Hampir setiap hari ia datang membawa berbagai macam makanan dan tak jarang mengajak anak-anak panti bicara.
Bukan hanya anak-anak, tetap seluruh penghuni panti kini juga mulai mengenal Ivan, dari tukang kebun, hingga pelayan bagian dapur. Semua Ivan lakukan bukan tanpa alasan, dirinya beramah tamah dengan semua penghuni panti, karena ada sesuatu yang ia cari di tempat itu.
Keberadaan keponakannya yang hanya sekali ia lihat, saat baru lahir. Bayi berjenis kelamin laki-laki, yang telah menjadi pusat kebahagiaan adik perempuan Ivan, direnggut paksa oleh kedua orang tua mereka. keduanya datang sesaat setelah Kanaya melahirkan, dan hanya untuk memisahkan remaja itu, dari anak yang baru saja ia lahirkan.
Ivan masih mengingat dengan jelas, bagaimana wajah bahagia Kanaya setelah melahirkan. Remaja tujuh belas tahun itu, tersenyum sumringah, mengetahui anaknya lahir dengan selamat dan sehat wal' afiat
“Kak, Lihat wajahnya, sangat mirip dengan papanya ‘kan?” ucap Kanaya sembari tak henti menciumi bayi merah yang berada didalam gendongannya.
“kalau kakak lihat, lebih mirip dengan wajahmu. Lihat bulu matanya yang lentik, dan tanda lahir yang letaknya di belakang telinga, sama dengan milikmu, sangat cantik,” puji Ivan tulus.
“Kakak aneh, bayi ini laki-laki, bagaimana bisa menjadi cantik,” sungut Kanaya. “kakak ingin coba menggendongnya?” tawar kanaya. Ia menyodorkan bayi yang sedang tertidur pulas itu pada Ivan, tetapi ditolak oleh pria itu.
Pemuda belesung pipi itu, merasa khawatir akan menyakiti seorang bayi mungil yang baru dilahirkan beberapa jam lalu, jika Ivan memaksakan diri untuk menggendongnya.
Kebahagiaan Kanaya tidak berlangsung lama. harus teputus dengan kedatangan Dwiyono dan Ayuni, kedua orang tua mereka yang sangat kejam. Kedatangan mereka hanya untuk merebut anak yang berada dalam gendongan Kanaya, dan membawanya pergi.