Ivan memejamkan mata, mengingat kembali kejadian sembilan tahun lalu, saat Vidya terjatuh dari tangga. Pemuda itu ingat betul bagaimana hari pertama Kanaya dikabarkan sakit jiwa oleh ayahnya, dan di kirim pergi bersekolah ke luar kota dan harus terpisah dengan mereka sekeluarga.
Kanaya yang keras kepala, pembangkang, selalu bertengkar dengan sang papa, dibuang dari rumah hanya karena kejiwaannya sedikit terganggu. Remaja periang itu seketika membisu dan bungkam, enggan bicara kecuali membuat masalah.
Awalnya Ivan berpikir, Kanaya akan sedih dan merasa kesepian, ternyata di tempat baru ia menemukan seorang sahabat yang bersedia berteman dengannya tanpa mempermasalahkan kejiwaan gadis itu.
Setiap ujung minggu, Ivan akan mengunjungi sang adik, ia bisa melihat pertemanan antara Vidya dan Kanaya terjalin dengan sangat baik, hingga seorang bajingan kecil yang merasa dirinya tampan, merusak persahabatan kedua orang itu.
“Lu, mungkin lupa, setiap ujung minggu kita selalu bertemu. Lu selalu ngunjungin Kanaya di rumah pantai, kemudian kalian akan bermain, bahkan nginap bareng.” Ivan memulai ceritanya dengan senyum yang tercetak di wajahn, senyum yang tercipta karena mengingat Kanaya.
Vidya dan Fachry duduk tenang menyimak cerita Ivan, kedua orang itu mencoba merangkai setiap cerita yang mereka terima.
“selama berteman dengan, Lu, Kanaya terlihat semakin baik, sampai suatu hari, dia cerita tentang kehamilannya. Gue kaget dan marah, tapi Kanaya nggak mau ngasih tau siapa yang udah ngehamilin dia. Adik gue Cuma bilang, kalau setelah kelulusan dia akan bawa Lu dan Alex ke Our Voice dan gue akan tau siapa ayah bayinya.”
Mata Ivan memerah, menahan tangis yang sedari awal sudah mengambang di pelupuk mata. Vidya berjalan mendekati Ivan, memeluk pemuda itu untuk memberinya dukungan.
“Maaf, Lu nggak perlu cerita, kalau nggak kuat.”
Vidya tidak ingin membuat Ivan larut dalam kesedihan. Pemuda itu telah cukup menderita kehilangan adik satu-satunya. Ivan tersenyum, dirinya tidak bisa terus menyimpan sendiri rahasia ini dari Vidya. wanita di hadapannya harus tahu, kenapa ia di anggap hilang dan tidak ditemukan.
“Di malam kelulusan, gue datang ke Our Voice memenuhi panggilan Kanaya, dan yang gue liat, Lu udah tergelatak gitu aja di bawah tangga dengan kanaya dan Alex yang gelisah. Gue bawa Lu ke taman, dan telepon bu Yati untuk bantuin gue, dan Akhirnya, Lu tau sendiri gimana.”
Ivan mengakhiri ceritanya dengan tawa terpaksa. Ada sedikit rasa lega setelah berhasil mengeluarkan semua yang selama ini mengganjal, apalagi saat melihat Vidya mau memaafkannya.
“Kalian tau, ada kepingan yang hilang,” ucap Vidya pada Facry dan Ivan. “Dan bukan Lu atau Kanaya yang jadi penyebab gue hilang ingatan, tapi ada satu rahasia yang sampai saat ini membuat ingatan gue harus hilang!”
Fachry mengangguk, kunci dari semua ini adalah ingatan Vidya. ada sesuatu dalam ingatan gadis itu yang takut diketahui oleh sebagian orang. Pastinya apa pun itu yang dilupakan tanpa sengaja oleh Vidya, adalah penyebab Kematian Kanaya yang sesungguhnya.
“Bagaimana dengan Alex? Apa ada yang tau, di mana dia sekarang?” tanya Fachry tiba-tiba. Seolah baru sadar dari hipnotis, Vidya dan Ivan saling pandang.
“Semenjak kejadian itu, Alex menghilang dan kami tidak tau di mana keberadaannya,” jawab Ivan.Sejenak ketiganya tepekur, kembali buntu dengan jalan pikiran masing-masing.