Kedatangan pak Rahman, sesuatu yang tidak diduga oleh Vidya. Awalnya wanita itu berpikir jika pak Rahman, hanya akan menelepon ketika sudah mendapatkan data Kanaya dan Alex, tetapi ternyata keliru. Guru olah raga itu justru meluangkan waktunya untuk datang khusus menemui Vidya.
Entah berita penting apa yang ingin disampaikan orang tua tersebut, yang jelas itu bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele, apalagi jika karena masalah itu ia menyempatkan untuk datang menemui Vidya secara khusus.
“Yakin Lu, pak Rahman nyuruh nunggu di sini?” tanya Ivan dengan gelisah.
Sudah hampir dua jam, mereka menunggu kedatangan pak Rahman di lobby hotel Gajahmada, bahkan Ivan telah menghabiskan dua cangkir kopi, tetapi bayangan pak Rahman belum juga tiba.
“katanya Fachry, gitu. Dia nggak bisa ikut nunggu pak Rahman, jadi gue yang disuruh kesini,” jawab Vidya santai.
Tanpa sepengetahuan Ivan, dirinya telah memastikan sekali lagi dengan Fachry tentang lokasi dan hari kedatangan pak Rahman, semua jawaban Fachry tetap sama. Pak Rahman akan datang hari ini dan minta bertemu di hotel, tempat ia menginap.
“Lu, cek sekali lagi sama Fachry, bener apa nggak. udah dua jam masih belum dateng, yang bener aja.” Ivan mulai memprotes kebenaran informasi yang disampaikan Fachry.
Mata Vidya melotot tajam, perkataan Ivan seolah meragukan dirinya selaku penerima informasi dari Fachry.
“Nggak perlu, Lu suruh, udah gue lakuin,” pungkas Vidya, kesal. Sebelah kakinya menginjak kaki Ivan dengan kuat, membuat laki-laki itu meringis kesakitan.
Melihat Vidya yang sudah mulai berubah mode singa, Ivan lebih memilih diam. Mengalah lebih baik daripada harus menjadi korban kebrutalan gadis itu. Jika sedang bersama Vidya, memang dibutuhkan kesabaran yang extra menghadapi sifat bar-bar gadis itu.
Setelah menunggu dengan perasaan lelah dan bosan, sosok pak Rahman yang ditunggu, tampak memasuki pintu depan hotel, ia mengedarkan pandangan sekilas, kemudian berjalan ke arah Vidya dan Ivan. Kedua orang itu segera berdiri menyambut kedatangan pak Rahman.
Sedikit berbasa-basi sebelum memulai pembicaraan, Vidya menawarkan minuman pada pak guru olah raga tersebut, tetapi ditolak oleh orang tua itu.
“Maaf terlambat, bus yang Bapak tumpangi mengalami kendala ban bocor.” Pak Rahman beralasan yang dibalas senyum pengertian oleh Ivan dan tawa malu oleh Vidya.
Kini perempuan itu mengerti, dari mana ia mendapat alasan ban bocor yang selalu jadi bahan protes teman-temannya. Benarlah pepatah mengatakan, guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Sangat cocok disematkan untuk Vidya dan pak Rahman.
“Tidak apa-apa, Pak, kami bisa memaklumi,” jawab Ivan.
“Ini buku tahunan siswa yang bapak pinjam dari sekolah serta copyan file data murid, yang bapak ambil dari ruang administrasi siswa.”
Pak Rahman mengeluarkan sebuah buku besar dan dua lembar kertas copyan data siswa. Ia menyerahkan kedua benda tersebut kepada Vidya. Gadis itu langsung terfokus pada lebaran kertas yang berisikan data siswa yang bernama Alex, ia membaca dengan teliti tiap kata yang tertera, khawatir ada yang terlewat.