Rahasia Vidya (Who Am I)

MR Afida
Chapter #19

Memaafkan cara terbaik untuk Bahagia

Awak media lokal dan nasional baik cetak maupun elektronik memenuhi halaman gedung Our Voice. Seorang pria berpakaian safari digiring polisi dengan tangan diborgol. Beberapa mobil polisi juga berdatangan memenuhi gedung yang selama ini menyimpan banyak rahasia tersebut.

Bu Yati yang baru saja datang, digiring oleh dua orang petugas wanita berseragam lengkap. Mereka bersama-sama berjalan menuju sebuah bangku taman yang berada di dekat danau buatan tepat di bawah pohon mahoni.

Dari kejauhan Vidya yang menangis dalam pelukan Ivan merasa sangat kehilangan. Ia ingat, di bangku taman itu, dirinya berkenalan dengan Fachry. Laki-laki yang sangat kocak dan baik hati, selalu membantu Vidya setiap kali ia mengalami kesulitan. Kini pemuda tambun itu tidak akan pernah dilihat lagi olehnya.

Beberapa polisi menghancurkan bangku taman yang terbuat dari beton tersebut hingga menjadi puing. Setelah dibersihkan, petugas kepolisian di bantu beberapa orang pekerja Our Vouice mulai menggali tanah di area tersebut. cangkul seorang petugas beradu dengan sebuah tengkorak kepala manusia. Penggalian semakin dipercepat, tampak tulang belulang manusia berseragam kepolisian dengan nama Fachry Alamsyah, lumus menyatu dengan tanah.

Sembilan tahun terkubur di dalam tanah, kebaikan Fachry dalam mengusut kasus Vidya tetap ia laksanakan walaupun saat dirinya sudah menjadi arwah. Tidak ada yang pernah menduga, polisi itu dibunuh oleh Dwiyono saat menolak menghentikan kasus kecelakaan gadis yang ditemukan di gedung Our Voice.

Polisi muda itu tetap kukuh menjalankan tugas, walaupun diiming-imingi naik jabatan asal bersedia di mutasi atau ia lebih memilih mati. Demi kebenaran Fachry enggan menggadai dirinya untuk jabatan semu dari pejabat korup. Kematiannya lebih suci dari kehidupan bergelimang harta tetapi penuh dosa.

“Tenangkan diri Lu, jangan nangis lagi. kita semua kehilangan Fachry.” Ivan memujuk Vidya yang terlihat sangat tampak terpukul

Tangis Vidya semakin kencang saat dari kejauhan ia melihat tulang belulang Fachry di pindahkan ke dalam sebuah kantong mayat. Gadis itu membenamkan wajahnya semakin dalam di pelukan Ivan. Terbayang di mata Vidya, selama sembilan tahun seluruh keluarga Fachry beranggapan pemuda itu pergi meninggalkan keluarganya karena harta, tetapi ternyata jasadnya membusuk di dalam tanah karena menolak harta.

“Kebayang gue berteman dengan Arwah, bercanda dan berantem, tapi begitu gue pengen berterima kasih, dia udah nggak ada di samping gue,” jawab Vidya. suaranya sengau akibat terlalu banyak menangis.

“Gue akan ambil tanggung jawab Fachry memberi nafkah keluarganya. anak, istri dan kedua orang tuanya, akan gue kirimi uang setiap bulan, sebagai bentuk ucapan terima kasih kita.”

Ivan teringat dengan keluarga Fachry yang sampai detik ini belum mengetahui keadaan pemuda tambun itu. rasa bersalah karena ayahnya telah membunuh Fachry dan terima kasih atas pengorbanan polisi muda itu, membuat ia mengambil keputusan untuk menanggung biaya hidup keluarga teman mereka yang kini sudah tinggal nama.

Dwiyono dan bu Yati melangkah melewati Ivan dan Vidya, keduanya sempat berhenti memberikan senyum penuh permusuhan kepada mereka berdua.

“Anak yang tidak tau diuntung, setidaknya berterima kasihlah kau, telah aku selamatkan, cuih!” Dwiyono meludah tepat di wajah Ivan, pemuda itu hanya tertawa sinis sambil menyeka air ludah sang ayah.

Bu Yati berjalan di belakang Dwiyono, berhenti dan berbicara pada Vidya.

 “Alex ada dipanti asuhan, jika kau berkenan, tolong temui dia. Anak itu pasti sangat terpukul sekali,” pinta bu Yati yang dibalas anggukan Vidya.

Di balik sikap kata-kata kasar dan sikap seenaknya yang sering dilakukan Vidya, hati wanita itu sangat lembut. Dirinya tidak bisa membenci bu Yati, karena selama ia kehilangan ingatan, wanita itulah yang telah mengurusnya dengan baik.

Bu Yati juga korban dari kejahatan Dwiyono. Kesalahan yang pernah ia lakukan hanyalah pernah jatuh hati pada laki-laki yang tak memiliki perasaan tersebut. Wanita paruh baya itu, hanya ingin menyelamatkan anaknya. Anak satu-satunya yang tak pernah di akui oleh Dwiyono.

 

***

Ivan dan Vidya, kembali mengunjungi kediaman almarhum Fachry, mereka berdua membawa beberapa pekerja untuk merapikan kembali rumah yang telah lama kosong tersebut. rumput yang tinggi telah mereka pangkas, pagar dan cat rumah diganti baru, serta beberapa bagian rumah yang rusak juga mereka perbaiki.

Pigura Fachry sekeluarga yang pernah dilihat Vidya, mereka ganti dengan bingkai yang baru. wajah Fachry tampak lebih cerah dengan senyum yang merekah di foto tersebut, seolah dari atas sana, polisi muda itu meliah semua yang mereka berdua lakukan untuk keluarganya.

Istri Fachry yang selama ini mengira suaminya telah kabur bersama wanita lain, dengan membawa banyak harta pemberian Dwiyono, meninggalkan dirinya dan buah cinta mereka. Wanita itu menangis pilu, mengetahui suaminya telah menjadi korban pembunuhan oleh pejabat bermental korup. Kedua orang tau Fachry diboyong oleh istrinya untuk tinggal bersama mereka, kembali menjadi sebuah keluarga yang utuh seperti dulu, walau tanpa kehadiran sang pahlawan.

“mas Fachry orang baik, sempat ragu beliau meninggalkan kami tanpa pesan. Tapi bapak dwiyono, selalu meyakinkan kami, kalau mas Fachry beneran pergi.” Air mata wanita bertubuh gemuk itu tidak dapat dibendung lagi, mengingat tentang suaminya yang kini hanya tinggal nama.

Lihat selengkapnya