Rahasia yang Dibawa Hujan

Syahreza Pahlevi
Chapter #16

Kanvas 16 - Musim yang Segera Berubah

Hana berdiri di depan jendela kamarnya yang kecil dan kumuh, menatap hujan yang terus-menerus mengguyur jalanan sempit di luar kontrakannya. Udara lembap dan dingin merayap masuk melalui celah-celah jendela yang tak bisa ditutup rapat. Butiran air hujan membasahi kaca, mengalir turun membentuk pola acak seperti perasaannya yang campur aduk.

 

Perutnya semakin besar, seiring dengan perjalanan waktu yang tak terelakkan. Langit, anak yang belum lahir itu, semakin aktif di dalam rahimnya. Setiap tendangan kecil dari dalam adalah pengingat bahwa ia tidak sendiri, dan ada kehidupan lain yang tumbuh, kehidupan yang sepenuhnya bergantung padanya. Hana mengusap lembut perutnya, merasakan gerakan Langit yang tak henti-hentinya mengingatkan akan tanggung jawab besar yang ia pikul.

 

Namun, di balik semua itu, rasa takut selalu ada. Di hari-hari yang kelam seperti ini, hujan yang tak henti-henti membasahi jalanan seakan-akan mencerminkan badai yang tak kunjung reda di dalam dirinya. Bukan hanya tentang masa depan, tetapi juga tentang masa lalunya yang pahit, tentang keluarga yang sudah mengusirnya, tentang pria yang seharusnya mendampinginya dalam situasi ini tetapi malah menghilang tanpa jejak.

 

"Langit... apa yang harus kita lakukan?" gumamnya perlahan sambil mengusap perutnya. Langit merespons dengan tendangan kecil, seolah memberi jawaban yang tidak bisa ia mengerti. Hana tersenyum tipis, ada kehangatan yang mengalir dari interaksi kecil itu, meskipun hati dan pikirannya masih terombang-ambing oleh rasa takut dan ragu.

 

❀❀

 

Hari-hari itu penuh tantangan bagi Hana. Setelah diusir dari rumah oleh ayahnya, ia tinggal di sebuah kontrakan kecil yang disewa dengan bantuan seorang pemilik warung makan tempatnya bekerja. Pendapatan dari bekerja di warung hanya cukup untuk membayar kontrakan dan makan dua kali sehari. Setiap kali Hana memikirkan biaya persalinan yang kian dekat, kecemasannya semakin menumpuk. Bagaimana mungkin kondisi keuangan seperti ini cukup untuk persalinan?

 

Langit, di sisi lain, tampak tidak peduli dengan segala kekhawatiran itu. Bayi dalam kandungannya terus bergerak aktif, membuat Hana selalu tersadar bahwa waktu semakin mendekat. Kadang, di tengah pekerjaannya di warung, saat ia tengah mencuci piring atau melayani pelanggan, Hana merasakan gerakan kecil di perutnya yang membuatnya sejenak melupakan kerasnya hidup. Gerakan itu seperti pelukan lembut yang memberi semangat untuk terus bertahan.

 

Namun, malam-malamnya tetap dipenuhi oleh ketakutan yang mendalam. Sering kali, saat hujan turun deras dan gemuruh petir membelah langit, Hana terjaga dengan perasaan kosong. Ia duduk di pinggir tempat tidur, memandangi tetesan hujan yang berlari di luar jendela, berpikir tentang apa yang akan terjadi setelah Langit lahir. Apakah ia akan mampu menjadi ibu yang baik? Apakah ia akan bisa memberi kehidupan yang layak untuk anaknya?

 

“Aku harap kamu tahu, Nak,” bisik Hana pelan sambil memegang perutnya, “kalau aku berusaha sekuat tenaga. Aku mungkin tidak sempurna, tapi aku janji akan selalu ada untukmu.” Kata-katanya mengandung harapan dan janji, meskipun ia sendiri ragu apakah ia bisa memenuhinya.

 

❀❀

 

Langit cerah jarang terlihat akhir-akhir ini. Cuaca seolah-olah menggambarkan suasana hatinya yang selalu terombang-ambing antara rasa takut dan harapan. Hana menyadari bahwa pendapatannya dari warung pemilik kontrakan tidaklah cukup untuk menutupi biaya persalinan yang semakin mendekat. Setiap bulan, ia mencatat pengeluaran yang terus bertambah, dan rasa cemas menyergapnya saat melihat jumlahnya.

 

Dalam situasi ini, ia tahu bahwa ia harus berjuang lebih keras untuk menemukan pekerjaan yang lebih baik. Dengan tekad yang kuat, Hana mulai mencari pekerjaan baru di sekitar kota. Akhirnya, ia menemukan kedai makanan kecil yang buka hanya di malam hari. Pemilik kedai, seorang wanita berbaik hati, bersedia menerimanya bekerja meskipun dalam keadaan hamil. “Kamu bisa bawa anakmu nanti saat bekerja,” tawar pemilik kedai dengan senyuman.

 

Tawaran itu memberikan secercah harapan bagi Hana; ia tidak hanya bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik, tetapi juga akan memiliki kesempatan untuk tetap dekat dengan Langit setelah kelahirannya.

 

Hana terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Tawaran itu seperti sinar matahari yang tiba-tiba menerobos awan tebal yang selama ini menyelimuti hidupnya. Meski kedainya tidak terlalu besar,, pemilik kedai itu memberinya harapan baru, bahwa mungkin ada jalan baginya untuk terus bertahan setelah Langit lahir.

 

"Tapi, Bu... apakah tidak merepotkan?" tanya Hana dengan nada ragu.

 

Pemilik kedai itu tersenyum hangat. "Tidak, Hana. Kamu boleh tetap membantu saya, dan saya tahu situasimu tidak mudah. Saya ingin membantu, meskipun hanya dengan cara kecil ini."

 

Hana menundukkan kepala, air mata menggenang di matanya. Itu bukan tangisan sedih, melainkan air mata syukur. Ia merasakan beban di pundaknya sedikit terangkat, meskipun ia tahu tantangan hidup ini masih jauh dari selesai.

 

❀❀

 

Lihat selengkapnya