Rhino adalah pria yang mudah berubah hatinya. Sebelumnya, ia mengira bahwa ia tidak akan bahagia dengan pernikahan yang dipaksakan padanya.
Lalu, saat segalanya berjalan lancar, Rhino menarik anggapannya bahwa perjodohan adalah sesuatu yang buruk. Nyatanya, Rena pandai menyenangkan suaminya. Rhino merasa sangat dimanjakan dan tentu saja, juga merasa beruntung memiliki istri seperti Rena.
Hingga Rena hamil dan nyaris tidak bisa melakukan apa-apa dalam trisemester pertama kehamilannya.
“Maaf, Sayang. Boleh lain kali saja? Aku belum bisa,” tolak Rena saat Rhino meminta jatah yang sudah agak lama tak dipenuhi.
Rhino mengembuskan napas pelan, lalu mengangguk lemah.
Sudah seminggu ini Rhino hanya berbaring di sisi istrinya. Hanya mengusap-usap punggung dan tengkuk Rena setiap kali wanita itu merasa mual dan hendak memuntahkan apa yang telah ia makan. Memijat-mijat pelan tangan dan kaki Rena agar istrinya itu merasa lebih baik.
Selama seminggu pula, Rhino tidak makan dengan baik. Tidak ada lagi sarapan, bekal makan siang dan makan malam yang enak. Pakaian yang dicuci hingga wangi dan diseterika hingga rapi, juga tidak tersedia. Pendek kata, tidak ada lagi pelayanan paripurna yang dipersembahkan oleh Rena pada Rhino.
Rhino maklum, Rena sedang berjuang mengatasi rasa mual dan letih berkepanjangan yang dialaminya. Namun, pengertian itu hanya berlangsung selama seminggu.
Memasuki minggu kedua, Rhino mulai gelisah dan semakin tidak nyaman. Rena masih menolaknya.
Rhino sendiri memang mempekerjakan seorang asisten rumah tangga untuk mengerjakan tugas-tugas seperti mencuci dan menyeterika serta membersihkan rumah. Untuk makan, Rhino terpaksa membeli makanan di luar karena ia tidak bisa memasak dan memang tidak sempat.
Pada akhirnya, urusan rumah tangga bisa diatasi dengan bantuan orang lain. Namun, bagaimana dengan urusan di tempat tidur? Tidak mungkin Rhino mengandalkan asisten rumah tangganya juga, bukan?
Meskipun Rena berkali-kali meminta maaf, Rhino mulai merasa terganggu juga. Merasa terabaikan.