Selarik cahaya merah kehitaman melesat masuk ke dalam kening Rahyang, membuat bocah kecil tersebut menjerit kesakitan.
Bahkan Rahyang berguling kesana kemari, tidak kuasa menahan siksaan sakit yang ia rasakan.
Tubuh Rahyang terasa terbakar. Sedangkan kepalanya amat sakit seperti mau pecah.
Selama semalam penuh Rahyang terus berguling-guling. Sampai pada akhirnya dia pingsan tidak sadarkan diri.
Gumbara yang menyaksihan hal itu juga tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak bisa memotong pelatihan Rahyang dengan Yankesa dengan alasan iba karena itu justru malah akan membunuhnya.
Selama dua hari Rahyang terbaring tidak berdaya.
Kesadaran Rahyang masuk ke dalam dasar alam batinnya yang mana di sana terdapat Yankesa yang tengah menunjukan semua jurus dari setiap ajian yang pria itu miliki.
Hingga tiba pada hari ketiga, kesadaran Rahyang akhirnya kembali.
Tubuhnya bergetar hebat menahan pengetahuan yang Yankesa berikan. Namun penderitaan Rahyang tidak sampai di sana karena masih ada Gumbara yang akan memberikan seluruh ilmunya.
Uhuk!
Rahyang memuntahkan darah hitam.
Tetapi setelah itu, Rahyang Kembali bangkit dan bersujud ke hadapan Yankesa.
“Hahaha, tidak salah kami memilihmu muridku. Kau memang memiliki tubuh dan jiwa yang kuat,” Yankesa tertawa bangga.
Selanjutnya Yankesa juga memuntahkan darah hitam pertanda luka dalamnya semakin parah.
“Sekarang giliranmu Gumbara,” seru Yankesa.
“Baiklah,” angguk Gumbara.
“Pergilah Geni. Temui gurumu,” perintah Yankesa.
“Ba-baik guru,” Rahyang mundur tertatih. Kemudian duduk bersila di samping Gumbara.
Seperti apa yang Yankesa lakukan. Gumbara pun lantas menggembleng Rahyang secara seksama.
Hingga pada gemblengan puncak, Gumbara masuk ke alam batin Rahyang. Menunjukan seluruh ajian yang dirinya punya. Dan itu membuat Rahyang kembali tidak sadarkan diri. Bahkan kali ini selama 7 hari tujuh malam.
Hingga setelah semua usai. Kesadaran Rahyang pun kembali.
Namun Rahyang langsung menangis pilu. Ia menjerit sejadi-jadinya karena mendapati Yankesa dan Gumbara sudah tidak bernyawa.
Kedua pendekar legenda itu meninggal dengan bibir tersenyum seakan ingin mengatakan bahwa mereka sangat bahagia bisa memiliki murid seperti Rahyang.
Selama dua hari, Rahyang menangis tanpa henti.
Dia tidak lagi ingat entah kapan dirinya terakhir makan dimana selama proses penurunan ilmu, Rahyang memang tidak diperbolehkan memakan apa pun.
Rahyang yang lemas akibat kesedihan lantas menyiapkan dua lubang peristirahatan untuk Yankesa dan Gumbara.
Lubang itu sengaja Rahyang sandingkan agar mereka selalu bersama.
Selanjutnya Rahyang mengangkat keduanya secara bergantian. Memasukan tubuh mereka ke dalam tempat peristirahatan terakhirnya.