Dari tengah malam sampai menjelang subuh, Rahyang terus mengintai orang-orang yang ditemukannya.
Ia mengetahui bahwa pemimpin rombongan mereka bernama Wanokwaru. Seorang senopati gagah pengawal setia kerajaan Blangbangan.
Sementara kelima lelaki lain masing-masing bernama Sutira, Manulamu, Balugu, Ganbu, dan Kowo.
Mereka merupakan Balapati kerajaan yang bertugas melindungi putri raja.
Sedangkan nama putri kerajaan Blangbangan sendiri ialah putri Sekartaji.
Gadis elok nan cantik yang digadang-gadang sebagai perwujudan Betari karena kecantikannya.
Rahyang begitu tertarik dengan setiap percakapan mereka. Namun hari sebentar lagi akan menjelang pagi sehingga Rahyang harus kembali ke goa untuk beristirahat.
Setidaknya dia harus tidur karena sudah hampir satu pekan Rahyang tidak beristirahat. Dan itu akan berdampak buruk pada stamina tubuhnya. Terlebih Rahyang hendak melakukan petulangan mengarungi dunia kependekaran.
“Sungguh malang nasib mereka. Apalagi tempat ini masih termasuk wilayah kekuasaan para siluman. Aku harus membantunya, tapi aku juga harus tidur dulu,” gumam Rahyang di dalam hati.
Setelah itu Rahyang lantas melompat menapaki pucuk pepohonan kelapa kembali menuju goa miliknya.
Rahyang terpaksa meninggalkan rombongan tersebut karena dia harus beristirahat.
“Goaku dan tempat mereka tidak terlalu jauh. Aku masih bisa mendengar jika terjadi sesuatu kepada mereka,” tutur Rahyang berbicara sendiri.
Wush! Tap!
Rahyang akhirnya tiba di dalam goa. Ia segera berbaring merebahkan tubuhnya.
Kemudian tidak lama, Rahyang langsung terlelap ke alam mimpi.
Dan di dalam mimpi tersebut Rahyang bertemu dengan kedua gurunya, yakni Yankesa dan Gumbara.
Ketiganya berbincang tentang dunia persilatan yang konon disebut kejam.
Gumbara mengatakan bahwa di dunia persilatan terdapat orang-orang tamak yang kerap menghalalkan segala cara untuk meraih keinginannya.
Mereka tidak akan segan-segan membunuh dan membantai siapa pun yang dianggap penghalang.
Sedangkan Yankesa bercerita bahwa golongan hitam adalah tempat paling nyaman di dunia persilatan.
Kelompok golongan hitam tidak pernah mengkhianati kawan. Mereka merupakan orang-orang setia terhadap suatu ikatan.
Namun sekali kecewa, mereka tidak akan pernah mengampuni siapa pun. Bahkan sampai ke ujung neraka pun akan dikejarnya.
Kata Yankesa, kematian di dunia persilatan merupakan hal lumrah.
Bahkan pembantaian sudah biasa terjadi.
Siapa yang kuat dialah yang akan memerintah. Sedangkan yang lemah hanya akan tertindas.
Jadi kesimpulannya Rahyang harus tega membunuh. Bahkan jika perlu, bantai semua orang yang berani merendahkannya agar Rahyang disegani di dunia persilatan.
“Se-seburuk itukah dunia, guru?” tanya Rahyang merasa ngeri.
“Hahaha, jangan dengarkan dia Whisan. Setiap orang memiliki perangai yang berbeda-beda. Apa yang kau tanam maka itu pulalah yang akan dirimu tuai. Masih banyak orang-orang baik di luaran sana. Tapi kau harus tetap berhati-hati,” ujar Gumbara sembari tertawa.
“Cih! Pendekar golongan putih sepertimu tahu apa tentang dunia persilatan. Kalian para golongan putih hanya para pengecut yang berlindung dibalik dalih kesucian,” ketus Yankesa.
“Jangan mulai kau Yankesa. Apa kau menantangku hah?” Gumbara berdiri.
“Aku tidak pernah takut sialan!” Yankesa juga ikut berdiri.
“Tu-tunggu guru. Jangan bertengkar!” Rahyang melerai.
“Tidak baik sesama sahabat saling menjatuhkan,” ucap Rahyang.
“Hmmm, kau benar juga Whisan. Hahahaha,” Gumbara tertawa seraya mengelus dagunya yang tidak berjanggut.
“Cih!” Yankesa hanya berdecak.
Tapi setelah itu dia juga duduk kembali di samping Rahyang.
Dan Rahyang sangat bahagia dengan situasi tersebut. Namun tiba-tiba, sebuah sinar terang melesat menyilaukan mata Rahyang membuat dia tidak bisa lagi melihat keberadaan kedua gurunya.
“Guru! Guru! Gu-guru .....!” Rahyang terbangun dari tidurnya.
Dia terbangun dalam keadaan berteriak-teriak memanggil kedua gurunya.
Namun saat Rahyang membuka mata, yang dia temukan hanya seberkas sinar matahari yang masuk dari celah-celah bebatuan.
“Gu-guru ...,” mata Rahyang berkaca-kaca.
Ternyata apa yang terjadi barusan hanyalah mimpi. Sebuah bunga tidur dari kerinduan Rahyang terhadap kedua gurunya.
“Hanya mimpi. Guru ...,” Rahyang mengucek mata agar tidak menangis.
Dan ketika sadar, hari ternyata sudah sangat siang.
“Aku tidur terlalu pulas, celaka! Rombongan pengawal kerajaan semalam pasti sudah pergi jauh dari sini,” Rahyang bergegas berlari ke luar goa.
Selain merasa khawatir karena iba, Rahyang juga membutuhkan penunjuk jalan agar dirinya bisa mencapai pusat peradaban manusia.
Wush!
Rahyang kembali melompat menggunakan ajian Waringin Sungsang.
Namun baru saja Rahyang menginjak udara, ia langsung kembali terjatuh.
Brak! Kruuuuuuuukukuku!
Rahyang terjatuh menghantam hamparan pasir pantai. Sementara perutnya berbunyi akibat terlalu lapar.
“Si-sial! Aku harus segera mendapatkan makanan,” umpat Rahyang sembari mengelus perutnya yang mulai terasa sakit.
Kemudian sembari tertatih, Rahyang bergegas berlari menuju tempat para rombongan kerajaan Blangbangan.
Ia berharap mereka masih ada di sana. Dan dia berniat meminta makanan.
Namun yang terjadi, Rahyang malah mendapati tempat yang berantakan seperti bekas pertarungan.
Dan di sana terdapat seorang lelaki bertubuh kekar yang terbujur kaku bersimbah darah.
“Dia Balapati Kowo. Celaka aku terlambat. Ini pasti gara-gara aku terlalu pulas sehingga tidak mendengar apa pun,” Rahyang segera melompat menghampiri lelaki kekar yang terbaring.