Rahyang Whisanggeni

Pujangga
Chapter #9

Bandit Pemangsa Manusia

Leuweung Sirah merupakan hutan terlarang yang terkenal angker dan berbahaya.

Hutan itu berada di wilayah pegunungan Kendes yang berbatasan langsung dengan wilayah pegunungan pilar siluman.

Meski wilayah tersebut tidak huni oleh para mahluk halus. Namun pegunungan Kendes juga dijuluki sebagai pegunungan maut. Yakni sebuah tempat sakral yang kerap memakan banyak korban.

Konon katanya siapa pun yang memasuki wilayah pegunungan Kendes akan mati dengan kepala terpenggal membuat para penduduk tidak ada yang berani bertandang ke sana.

Akan tetapi wilayah Leuweung Sirah merupakan jalan satu-satunya penghubung antar daratan.

Ujung barat hutan itu bersentuhan langsung dengan lautan.

Sedang sisi selatan merupakan gurun gersang tanpa kehidupan sehingga manusia tidak akan bisa melewatinya.

Sementara sisi Utara adalah wilayah pegunungan pilar siluman. Tempat paling berbahaya yang ada di daratan Nusakerta.

Tidak ada pilihan lain bagi para penghuni daratan luar. Siapa pun yang berniat memasuki Nusakerta hanya bisa melalui jalur Leuweung Sirah.

Waktu itu hari tengah memasukan malam.

Bintang-bintang bertaburan indah menawan.

Sementara sinar rembulan masih temaram pertanda ia baru saja hendak tiba ke peradaban.

Di dalam hutan lebih tepatnya wilayah barat pegunungan. Pohon-pohon menjulang tinggi menantang langit, membuat sinar rembulan tak mampu menembus pekatnya dedaunan.

Akan tetapi di dasar hutan, di atas akar besar yang menggeliat ke permukaan. Sebuah api unggun berkobar hibar menerangi kegelapan.

Di sana terdapat seorang pria tinggi kekar yang tengah memanggang hewan buruan.

Sedangkan seorang bocah lelaki kecil berbinar menungguinya.

Ada pula seekor kuda hitam tinggi besar tertidur pulas di samping mereka.

Namun kuda itu tidur dalam kondisi siaga seakan tahu bahwa tempat yang sedang di singgahinya bukan tempat biasa.

“Paman, apa itu sungguh bisa dimakan? Mengapa baunya begitu harum begini?” bocak lelaki kecil yang tiada lain adalah Rahyang bertanya penasaran kepada sang pria kekar.

“Hahaha, tentu saja nak Whisan. Apa kau baru pertama kali ini mencium bau hewan bakar?” Balapati Kowo tertawa balik bertanya.

“Mmm,” angguk Rahyang polos.

“Jadi apa yang selama ini kamu makan?” kini malah Balapati Kowo yang penasaran.

“Ubi paman. Dan buah-buahan,” jawab Rahyang jujur.

Lihat selengkapnya