Saat pertama kali keluar dari penginapan, Rahyang oleh para penduduk dianggap sebagai gembel.
Namun ketika keluar dari toko pakaian, semua orang yang ada di jalanan terpana melebarkan mata.
Mereka terperangah bingung bercampur senang karena bisa melihat seorang pangeran.
Meski tidak mengenakan mahkota, tetapi aura kebangsawanan Rahyang terpancar membutakan penilaian orang-orang.
Bahkan dilihat dari arah mana pun, Rahyang tetap bak sutra berjalan yang diselimuti cahaya terang.
Bocah itu benar-benar menjelma emas di antara bebatuan. Ia terlihat mencolok dari semua anak-anak yang ada di sana.
Dan itu membuat Balapati Kowo senang dimana kini derajatnya kembali naik menjadi jauh lebih tinggi.
Namun di balik itu juga Balapati Kowo merasa cemas. Dia takut penampilan Rahyang akan menarik perhatian para bangsawan kerajaan Numarata.
Sedangkan Balapati Kowo di sana tengah menyamar.
Keselamatan Putri Sekartaji akan berada dalam bahaya jika penyamaran dirinya terbongkar.
Bahkan semua anggota rombongan ditangkap oleh kerajaan.
Lebih buruk lagi mereka akan dijadikan tawanan perang untuk mengancam kerajaan Blangbangan.
Atau pihak Numarata membantai semua anggota rombongan Balapati Kowo termasuk putri Sekartaji sebagai siasat agar Blangbangan tenggelam dalam keputusasaan sebelum pada akhirnya akan hancur diserang oleh mereka.
“Celaka,” Balapati Kowo yang hampir memasuki rumah makan langsung berhenti dan menarik Rahyang.
“Ada apa paman?” Rahyang tersentak kaget mengerutkan kening.
“Se-sepertinya ada yang salah dengan penampilan anda nak Whisan,” ungkap Balapati Kowo.
“Salah?” Rahyang menyipitkan kedua matanya.
“Be-benar. Penampilan nak Whisan terlalu mencolok. Berdandan melebihi para bangsawan di sini akan dianggap sebagai kejahatan,” ucap Balapati Kowo menjelaskan.
“Se-sebaiknya kita kembali ke toko pakaian,” pinta Balapati Kowo.
“Mengapa paman tidak mengatakannya sedari tadi? Huft! Aturan manusia memang menyulitkan,” ketus Rahyang kesal.
Tetapi meski begitu Rahyang tetap menuruti apa yang Balapati Kowo minta.
Mereka akhirnya kembali ke toko pakaian.
Rahyang menukar pakaian bangsawannya dengan pakaian sederhana tanpa menarik kembali kepingan emas yang telah diberikan, membuat si pemilik toko berbinar kegirangan.
“A-anda sungguh dermawan tuan muda. Te-terimakasih,” ungkap si pemilik toko tergopoh-gopoh.
“Tidak perlu berterimakasih paman. Cepat berikan pakaiannya. Aku sedang lapar sekali,” kata Rahyang masih dalam keadaan kesal.
“Ba-baik, baik tuan muda,” si pemilik Toko lantas memilihkan pakaian sederhana untuk Rahyang.
Namun meski sederhana, dia memberi Rahyang kain terbaik sebagai ungkapan terimakasih.