Rahyang Whisanggeni

Pujangga
Chapter #20

Kemelut Kerajaan Numarata

Rahyang bersama Balapati Kowo dan Senopati Warokwaru mendengarkan seluruh cerita Tumenggung Kalinga dengan seksama dimana ternyata kota raja ini tengah dilanda teror dari kelompok perampok yang menyatakan diri sebagai perampok janggut merah.

Sementara jarak istana raja dan kota raja terpaut 10 kilo meter.

Berbeda dengan kerajaan lain. Kerajaan Numarata ini ternyata memiliki istana yang terletak sangat jauh dari kotanya.

Wilayah istana mereka begitu tertutup sehingga kota rajanya sendiri tidak diperbolehkan dekat dengan istana.

Tak ada yang tahu entah mengapa, yang jelas raja Numarata tidak pernah suka terhadap keramaian.

Dan itu membuat kota raja mudah dimasuki oleh pihak lain. Termasuk oleh perampok akibat pengamannya yang kurang ketat.

Sudah bertahun-tahun para perampok ini kerap menimbulkan masalah di dalam kota. Akan tetapi setiap diburu, mereka mampu menghilang tanpa jejak.

“Maaf Tumenggung,” Balapati Kowo memotong cerita Tumenggung Kalinga.

“Bukankah keamanan kota merupakan tanggungjawab kerajaan? Lantas mengapa kalian tidak melapor dan meminta pasukan?” tanya Balapati Kowo.

“Sudah tuan Taji. Bertahun-tahun kami telah melaporkan kejadian ini. Namun pihak kerajaan seperti bungkam. Padahal mereka juga sempat diserang oleh para perampok ini. Bahkan 3 bulan lalu saat kami mengirim upeti ke kerajaan, terjadi suatu yang memilukan. Upeti kami dirampas oleh kawanan perampok tepat di depan gerbang istana sehingga salah satu senopati bersama ratusan prajurit mengejar mereka. Namun senopati tersebut malah gugur terkena tapak racun milik musuh. Dan pihak kerajaan seperti tidak mau tahu. Mereka malah meminta kami untuk mengganti upeti itu tanpa melakukan tidak lanjut terhadap kasus tersebut,” Tumenggung Kalinga menjelaskan.

“Ini aneh, apa kejadian seperti itu sudah berlangsung sejak dulu?” Senopati Wanokwaru mengerutkan kening.

“Tidak tuan Waru. Hanya beberapa tahun terakhir ini. Kerajaan kami memang tertutup. Namun sebelumnya pihak kerajaan selalu rutin mengirim patroli ke kota raja,” jawab Tumenggung Kalinga.

“Apa ini juga yang menjadi alasan mengapa para bangsawan ketakutan?” tanya Balalati Kowo.

“Be-benar tuan. Para Bangsawan mulai kehilangan kepercayaan pada kerajaan,” Tumenggung Kalinga membenarkan.

“Pasti ada yang tidak beres,” Senopati Wanokwaru menerka-nerka.

Dia menduga bahwa sedang terjadi pergolakan di dalam kerajaan Numarata. Padahal kerajaan itu sedang melakukan perang dingin dengan kerajaan Blangbangan.

Sebuah kesempatan baik bagi kerajaan Blangbangan jika ingin menghancurkannya.

Namun Senopati Wanokwaru tidak berpikir demikian.

Meski kedua kerajaan tersebut saling bermusuhan, dan senopati Wanokwaru merupakan panglima perang kerajaan Blangbangan. Tetapi senopati Wanokwaru tidak berpikir sekeji itu.

Dia tidak berniat menyampaikan berita tersebut kepada pihak kerajaannya karena tidak mau terjadi perang terbuka.

Bagaimana pun perang hanya akan membawa kerugian. Senopati Blangbangan tidak ingin ada pihak yang dirugikan.

Bahkan alih-alih melihat kesempatan. Senopati Wanokwaru malah merasa iba terhadap rakyat Numarata.

Lihat selengkapnya