Rahyang Whisanggeni

Pujangga
Chapter #33

Ajian Pedang Malam

600 pasukan yang bersama Rahyang bertarung gagah menghadapi kepungan musuh. Menjaga agar musuh tidak mendekati wilayah gedung perpustakaan.

Meski kanuragan mereka jauh lebih lemah. Tetapi berkat formasi bertahan yang Rahyang ciptakan mereka akhirnya bisa mengimbangi gempuran lawan.

Semua orang mengikuti apa yang Rahyang perintahkan.

Mereka tidak lagi memandang fisik atau usia karena dengan kesaktiannya, Rahyang dimata semua orang tidak ubahnya seperti panglima perang yang sudah melegenda.

Terlebih Rahyang mampu mengambil keputusan cepat di saat terdesak. Bisa menguatkan mental pasukan juga cerdas dalam menciptakan formasi perang.

Sebuah keajaiban besar yang tidak mungkin dimiliki oleh anak manusia seusia Rahyang.

Rahyang datang bagaikan dewa. Dengan tubuh kecilnya anak tersebut terus maju tanpa ragu, tanpa takut, dan tanpa peduli pada jumlah musuh yang amat banyak sehingga hal itu membuat pasukan para bangsawan terdorong untuk mengikuti keberaniannya.

Hyaaaaa!

600 pasukan bangsawan memekikan teriakan yang menekan sehingga pasukan musuh mundur ketakutan.

Tapi satu perintah dari wakil ketua Junta membuat mereka kembali maju.

Serang!

Wush! Trang! Trang! Trang!

Pertempuran sengit pun kembali terjadi.

Semua pasukan bangsawan bahu-membahu saling melindungi hingga mereka mampu bertahan selama beberapa waktu.

Namun sayang. Setiap manusia tentu memiliki batasan. Semakin mereka memaksakan tubuh maka semakin terkuras pula staminanya sehingga formasi pasukan bangsawan mulai pecah.

Satu persatu dari mereka mulai berjatuhan gugur terkena serangan lawan. Sedangkan Rahyang juga tengah kewalahan di dalam kepungan para wakil ketua.

Sieng! Sring! Aaaa!

Rahyang pada akhirnya melayang jauh terpental menghantam salah satu tiang rumah Tumenggung Kalinga, membuat tiang besar tersebut hancur menjadi serpihan.

Uhuk!

Rahyang kembali memuntahkan darah hitam pertanda dia sudah berkali-kali terkena luka dalam.

“Mereka terlalu kuat! Aku belum bisa menggunakan ajian tingkat menengah karena keterbatasan tenaga dalam serta ketahanan tulang,” Rahyang tersungkur berpikir keras sementara ke 16 wakil ketua Bandit Gunung tertawa terbahak bahak.

Namun tawa itu tidak berlangsung lama karena Baron Waja tiba-tiba datang.

Hyaaa! Tap!

Baron Waja mendarat tepat di depan Rahyang.

“Baron Waja? Ternyata bocah itu yang menyelamatkannya. Cecunguk busuk!” Ki Menung mengumpat kesal karena sebelumnya mereka sempat kehilangan Baron Waja yang sudah tertangkap.

“Hehehe! Bodoh kau Baron Waja! Kau kembali untuk mengantar nyawa,” Nyi Sungut terkekeh nyaring menghina Baron Waja.

Tetapi Baron Waja tidak peduli.

Alih-alih menanggapi hinaan lawan dia malah berbalik menoleh kepada Rahyang.

“Apa kau masih bisa bertarung bocah?” tanya Baron Waja memastikan.

Lihat selengkapnya