7 hari setelah perang. Kota raja kembali damai seperti sedia kala.
Rakyat mulai kembali melakukan aktivitasnya. Mulai dari yang bertani, berdagang, membuat kerajinan, sampai ada yang berleha-leha berjemur di bawah mentari pagi.
Sedangkan di kerajaan. Para pasukan bersama semua bangsawan tengah mengadakan upacara kematian.
Mereka melakukan penghormatan terakhir kepada semua pejuang yang telah gugur. Termasuk Balapati Manulamu yang dikebumikan di wilayah kerajaan Numarata.
“Selamat jalan para pahlawan. Jasa kalian tidak akan lekang oleh waktu. Pengorbanan kalian begitu tinggi menjulang langit. Kami tidak akan pernah melupakannya,” tutur Raja Numana pilu.
“Bagaimana dengan anak sakti itu baginda? Dia telah menyelamatkan kerajaan kita,” tanya Patih Nupala.
“Bukan hanya menyelamatkan Nupala. Tapi dia juga telah menyatukan kita kembali dengan kerajaan Blangbangan. Jasanya terlalu besar bagi kita,” jawab Raja Numana.
“Apa mungkin dia akan kembali berkunjung kemari baginda?” Patih Nupala penuh harap.
“Semoga saja. Tanpa dia kerajaan ini mungkin sudah musnah. Kita berhutang banyak padanya,” ucap Raja Numana sembari menatap langit, membayangkan Rahyang yang kini mungkin sedang bersenda gurau di dalam kereta kuda.
Dan itu memang kenyataan di mana sekarang, Rahyang sedang bercanda bersama putri Sekartaji.
Hubungan mereka semakin dekat setelah perang. Bahkan putri Sekartaji seakan tidak mau jauh dari Rahyang.
Rombongan Balapati Kowo saat ini sedang melanjutkan perjalanan. Mereka diberi kereta kuda yang besar dan megah sebagai hadiah untuk Rahyang.
Terdapat 8 kuda yang menarik kereta tersebut yang salah satunya adalah Kun. Kuda tampan milik Rahyang.
Kun baru muncul sehari setelah perang usai.
Dia tidak tahu menahu terhadap perang karena sebelumnya Rahyang menugaskan dirinya untuk kembali ke Padang Sarang Kuda dimana Rahyang tidak ingin Kun terlibat perang.
Namun Kun yang telah menganggap Rahyang sebagai tuan entah mengapa tidak bahagia. Sehingga setelah setengah perjalan Kun memilih kembali ke Kota Raja.
Rahyang sempat tidak sadarkan diri selamat 4 hari. Tetapi setelah itu seperti biasa, setiap luka Rahyang tiba-tiba saja sembuh dengan sendiri.
**
“Hihihi, geli! Sudah Sekar! Geli!” Rahyang terkekeh kekikikan tatkala putri Sekartaji menggelitik pinggangnya.
“Itu salahmu karena kau masih saja memanggilku gadis manja!” ketus Putri Sekartaji.
Sedangkan Balapati Kowo, Sutira, Balugu, Ganbu, dan Senopati Wanokwaru yang menyaksikan itu hanya bisa tersenyum risih karena kedekatan Putri Sekartaji terhadap Rahyang seperti bukan kedekatan biasa.
Namun tidak ada satu pun dari mereka yang berani berkomentar selain ikut bahagia karena kini Putri Sekartaji memiliki teman yang sangat luar biasa.
“Sudah! Sudah! Aku menyerah!” Rahyang melompat ke pangkuan Balapati Kowo untuk berlindung sehingga Putri Sekartaji tidak mengejarnya.
“huft!” Putri Sekartaji yang kesal karena Rahyang menghindar hanya bisa menyilangkan tangan dan cemberut.
“Hahaha, sudahlah gusti. Kasihkan nak Whisan,” Balapati Kowo tertawa menenangkan.
“Uwa juga sama dengannya,” ketus putri Sekartaji.
“Ti-tidak begitu gusti, ta-tapi ...,” Balapati Kowo kikuk tidak bisa menjelaskan.