Rain Heart

A. Noveisha_Anya W
Chapter #2

Perpustakaan di Morrin Centre

Setelah insiden gerhana yang nyaris merenggut nyawa gadis itu, Rain tak bisa berhenti memikirkannya. Tatapan mata yang dalam dan rapuh di bawah lingkaran gelap matahari itu terus membayangi benak. Rasa penasaran Rain semakin membuncah, seolah ada magnet tak kasat mata yang menariknya untuk mengetahui lebih banyak tentang sosok misterius yang ia selamatkan.

Pagi-pagi berikutnya, Rain memutuskan untuk mengunjungi Morrin Centre. Bukan semata untuk mencari referensi laporan penelitiannya—meskipun itu alasan yang paling logis—tetapi lebih karena dorongan intuitif bahwa ia mungkin akan menemukan gadis itu di sana.

Morrin Centre, dengan arsitektur batunya yang megah dan sejarahnya yang kaya sebagai bekas penjara dan kemudian perguruan tinggi, kini berfungsi sebagai pusat budaya dan perpustakaan berbahasa Inggris. Tempat ini menjadi daya tarik utama bagi para turis yang mencari informasi tentang Quebec City, dan juga menjadi pusat komunitas bagi mereka yang berbahasa Inggris di tengah dominasi Prancis.

Saat Rain melangkah masuk, aroma buku-buku lama yang khas segera menyambut. Pandangannya menyapu seisi ruangan, mencari-cari wajah yang semalam berhasil mencuri perhatian. Dan kemudian, ia melihat sosok itu.

Di salah satu meja, di antara tumpukan buku dan cahaya matahari pagi yang menembus jendela tinggi, gadis itu duduk. Rambut gelapnya yang panjang tergerai, sedikit menutupi wajahnya saat ia fokus pada layar komputer. Berbalut cardigan berwarna netral yang terlihat sedikit kebesaran, seolah mencoba menyembunyikan diri. Ada aura melankolis yang lembut menguar darinya, bahkan di tengah kesibukan perpustakaan.

Rain menghampiri bagian informasi, tempat seorang gadis lain dengan senyum ramah berdiri. "Bisa saya bantu?" tanyanya.

"Ya, saya sedang mencari beberapa referensi tentang sejarah Quebec. Dan, maaf, apakah Anda tahu siapa gadis yang duduk di sana itu?" Rain menunjuk ke arah Heart, meski sedikit ragu.

Gadis ramah itu tersenyum. "Oh, itu Heart. Dia salah satu rekan kerja saya di sini. Saya Celeste. Ada yang bisa saya bantu dengan Heart?"

Rain tersenyum tipis. "Tidak, hanya saja, kami sempat bertemu semalam saat gerhana. Ada insiden kecil. Saya hanya ingin memastikan dia baik-baik saja."

Celeste mengangguk paham, "Dia memang agak pendiam, tapi dia baik-baik saja kok. Kenapa tidak langsung hampiri saja?" Celeste memberi isyarat ke arah Heart.

Ponsel yang tergeletak di atas meja bergetar__berkali-kali hingga hampir menjerit putus asa, dengan enggan jari jemari lentik milik Heart meraihnya, menekan ikon hijau dan menempelkan di telinga. Gadis itu beralih ke sudut lemari buku, seraya menutup bagian ponsel dengan tangan kirinya, agar tidak menimbulkan suara berisik.

“Yaaa...”

“Hallo Honey, sudah makan siang?” terdengar suara berat dari seberang telepon.

“ No Honey, Ares... aku kan sudah bilang” gadis itu berbisik sambil menekuk wajah.

“Hahaha, oke oke... sedang suntuk ya? Kenapa?” Ares menurunkan

“Aku tadi....”

“Pokoknya jangan lupa makan ya! Klienku datang, nanti aku telpon lagi ya... Honey.”

Klik.

Ares, seorang pria yang telah lama dikenal Heart. Putra dari sahabat ayahnya. Yang selalu berusaha menjaga Heart dengan baik. Namun, setelah menjadi pengusaha sukses, waktunya lebih banyak dihabiskan untuk bekerja. Seperti hari ini, pria itu disibukkan dengan pertemuan bersama klien. Heart harus cukup puas dengan serentetan pesan yang dikirim. Atau panggilan telepon yang sebenarnya dirasa sungguh mengganggu.

Gadis itu menyisipkan ponsel di kantong bajunya, sambil merenggut.

Lihat selengkapnya