Di pagi hari suasana sejuk, damai dan tenang. Burung-burung berkicauan merdu seperti alunan lagu, pak Saptam menjalankan rutinitas; kopi, pisang goreng hangat dan rokok kretek dan juga musik dangdut menjadi teman sepinya. Pepohonan dekat halaman rumah berdersik, suara keran menetes ke ember hitam. Pukul empat subuh hujan deras yang membangunkan Malun terbangun dari tidurnya, ia melamun. Melanjutkan mimpi dan terdengar suara dibalik pintu memanggil-manggil.
“Abang, bangun! Udah jam enam!!” berisik sekali suara lelaki berusia delapan tahun, mengetuk pintu keras.
Lantas lelaki itu terbangun. Kalian tahu sapi baru bangun tidur seperti apa?
Ketika kakinya sudah berada di empat anak tangga, muncul perempuan di depannya membuat ia terperanjat kaget dan jantung berdebar kencang. Perempuan tersebut menatapnya, tak berani melihat wajahnya.
“Udah Ibu bilang, jangan begadang, Nak!” omel ibunya.
Di meja makan, dia sedang sarapan walaupun rambut berantakan, dasi asal pasang.
Beranjak bangkit, memakai tas gandong dan mencomot gorengan tahu.
“Ibuu.. aku berangkat dulu, daaahh!”
“Hati-hati, Nak.” ucapnya, matanya tidak pernah lepas melihat punggung itu.
Pagi hari adalah memulai hari baru. Motor masuk lintasan kota, pagi itu macet, pengendera lain saling klakson dan tahu bahwa bukan dia saja yang kepagian. Mata Malun berhenti di salah satu boneka beruang dalamnya isi manusia;
“Ya, Allah. Panjangkan lah umurnya, selalu sehat dan dilancarkan rezekinya.”
Malun memarkirkan motor, berlari-lari menuju kelas. Mudah-mudahan tidak terlambat, harapnya dalam hati. Sesampai di depan kelas, napasnya tersengal-sengal, untung nggak terlambat, batinya. Ketika mau masuk kelas. Seorang perempuan menghalanginya, tangannya memegang sapu. Malun baru ingat bahwa hari ini dia piket.
Mampus!
“Kebiasaan, setiap hari Rabu pasti sengaja di telat-telatin. Biar nggak piket!” sungutnya mencacau. Malun menyuekan. Perempuan itu menatap punggung Malun tajam, tangannya gatal sekali ingin rasanya sapu ini melayang di hadapannya.
“PIKET! MALUN!!” teriaknya sambil membanting sapu ke lantai. Eh, Malun malah ketawa. Dia melempar tas keatas mejanya sembarang. Berbalik arah menghampiri perempuan itu. “Kan udah bersih, mau di apain lagi.” ucapnya santai sesekali tersenyum.
Membalikkan tubuhnya, jemarinya menunjuk ke arah pojokan pintu. “Noh.. liat!! Ada ember sama kain pel. Sana cuci yang bersih.” dia siapa seenak jidat menyuruh-nyuruh.