Pukul setengah tujuh pagi, lelaki itu baru bangun setelah ibunya mencipratkan air ke wajahnya. Bangunin kebluk nggak cukup buat goyang-goyangin tubuhnya atau meneriaki dekat kupingnya. Sehabis mandi dia turun ke bawah untuk makan disitu adik dan ayahnya lebih dahulu berada di meja makan. Di susul Malun duduk di dekat sang adik. Ayah tampak terburu-buru, iya. Ayahnya pekerja kantoran.
“Kamu mau bareng Ayah atau naik motor, Nak?” bangkit dari bangku, merapihkan dasi merah maroon.
Malun menoleh kepada Ayahnya, “Aku naik motor aja, Yah.” melanjutkan sarapan paginya.
“Ya sudah, hati-hati di jalan.” berjalan beberapa langkah, berhenti, membalikkan badannya. Mengerutkan alisnya, maksud?
Sedikit tertawa, “hehe lagu tulus itu, Yah...”
“Hati-hati di jalan lagu baru Tulus, Yah. Baru rilis beberapa bulan lalu.” Malun menjelaskan.
“Oh.. lagi tulus, ya.”
Tak lama kemudian Ibu keluar dari dapurnya. Ibu selalu mengucapkan kepada tiga sosok laki-laki untuk hati-hati di jalan.
“Oh.. lagu Tulus, Bu.” kini giliran Ayah gantian kepada ibu.
“Maksudnya?” ibu pun bingung
“Lagu tulus, Bu.. masa gak tau! Ah, ibu. Papah berangkat kerja dulu.. daaah!” Ayah menyalakan mobilnya, menyisakan Malun dan ibu di meja makan.
Entah ini musibah atau panggilam alam, tiba-tiba perutnya mules. Baru sampe di parkiran sekolah, eh.. perutnya mules pengen berak. Dua pilihan, pertama; berak di sekolah nggak bakalan aman, suka di ganggu, kadang di takut-takutin suara kuntilanak dan kedua; biasanya Malun setiap mules suka berak di kamar mandi pom bensin, dia berpikir dua kali. Tanpa pikir panjang, menancap gas menuju pom bensin yang memang nggak jauh dari sekolahnya.
Sekembalinya ke sekolah, Malun di panggil guru dari kejauhan. Emang sih guru suka mantau, asal kalian tahu, itu wali kelas Malun sewaktu kelas satu.
“BAGUS! BAGUS!.” mengacungkan kedua jempolnya.
“Jam berapa ini??” tanyanya kepada Malun. Dia menundukkan kepala.
“Setengah delepan, Bu,” jawabnya hati-hati.
“Dari mana saja baru datang?” tanyanya bak di interogasi.
Malun masih menunduk, tidak berani menatap wajahnya.
“Dari pom bensin, Bu, saya sakit perut.”
“Sakit perut ke pom bensin??”
Malun mengangguk pelan