Raindu

M. Yusuf Kamal
Chapter #4

#4

Orang-orang hilir-mudik membawa belanjaan. Dijalan kencana, adapun orang di lihatnya sibuk rupanya memilih-milih pakaian, menawarkan barang, makan sayur lontong pinggir jalan. Dijalanan kencana ini banyak sekali ruko-ruko tua sudah terbengkalai, dan sebagian dari ruko tua menjual berbagai jenis kebutuhan sehari-hari. Seorang laki-laki duduk di cafe Fanatic tidak begitu ramai, Malun sibuk memainkan jarinya yang menulis apa yang tersalur dibenaknya. Kopi tubruk kesukaannya selain itu bukan seleranya. Lagi-lagi Malun harus sendirian menyaksikan sepasang muda-mudi lagi pacaran. Nasib jomlo, kemana-mana sendiri, tiada menemani. Barangkali trauma di dirinya membuat ia menyadari bahwa jangan terulang kedua kali?

Dua jam duduk seorang diri, memutuskan pergi juga untuk melakukan aktivitas sehari-harinya di kamar menatap senja yang tenggelam bersama buku dan secangkir kopi. Lembayung senja, dia masih tetap menunggu, diam, melihat jalanan kota. Dia lakukan semata-mata melampiaskan kepedihan kepada buku akhbarnya.

“Hei! Malun,” sapa seorang perempuan mengenakan apron sedang memainkan mesin kopi. Langkah Malun terhenti, menengok kebelakang, siapa? Matanya meneliti. Terhenti di mesin kopi, seorang perempuan yang dahulu pernah membantunya saat kehabisan uang buat bayar angkot.

“JUULY!!” sontak kaget. Dia menghampirinya, tersenyum sumringah. Sungguhan ini dipertemukan kawan lama ketika duduk dibangku SMP?

Perempuan itu memeluk Malun tanpa basabasi, erat. Malun kesulitan napas. “Apa kabar, Malun?” melepaskan pelukannya.

Sambil tersenyum, “Beginilah keadaan, masih sehat, Jul.” katanya.

“Duduk dulu, santai. Nggak kangen sama gue, Lun.” mereka duduk berdua, saling berhadapan. Malun senang tentu senang di pertemukan kawan lamanya, kemana-mana selalu dengannya. July adalah orang yang Malun percaya, sebenarnya satu lagi, tapi, tunggu saja. July sudah dianggap oleh Malun saudara. Rambutnya sebahu, kelopak matanya sedikit berkerut, bola matanya cokelat jika terkena cahaya akan terlihat jelas sekali, hidungnya tidak terlalu mancung.

“Dua tahun, Jul. Kita nggak pernah bertemu, saling kabar pun tidak.” seru Malun, tangannya mendebrak pelan meja.

“Gak kerasa, cepat banget.”

Lihat selengkapnya