°°°°
Dalam kelas yang ramai kayak pasar dikarenakan hari ini guru pelajaran Geografi tidak masuk dikarenakan sakit. Semua ikut mendoakan semoga cepat pulih kembali. Ini mah bukan kelas, sih, ada yang main gapleh, ada yang tidur dan tidur-tiduran diatas meja, ada yang membaca buku, siapa lagi kalo bukan wibu—hehehe maksudnya si ambis itu yang duduk di depan dan Malun ikut-ikutan tiduran di atas mejanya sambil memangku kepalanya dengan kedua tangan? Kepalanya dipenuhi banyak pertanyaan. Makin gedek aja sama kepala sendiri, ditambah lagi dua kawannya di sebelah dirinya mendengkur. Cobaan apalagi hari ini, ya Allah, ucapnya pelan hingga diri saja yang dengar. Malun bangkit dan celingak-celinguk keberbagai sudut matanya berhenti di satu obyek yaitu si ambis.
“Begini cara ngebedain orang yang otaknya pintar sama otaknya biasa-biasa aja.” Malun berjalan menghampiri salah satu perempuan yang duduk di pojokan belakang dekat jendela. Sebelumnya memang Malun seringkali setiap tidak ada guru selalu duduk di disitu dan suka cerita-cerita tuh tentang caranya bikin kue enak sejagat raya, harusnya sih langsung ke ibunya bukan ke anaknya, salah server.
Terlihat saat melewat satu perempuan duduk sedang sibuk main hape jejeran bangku menyisakan dia dan perempuan duduk di depan itu namanya Amanda, kulitnya sedikit gelap, satu-satunya di antara perempuan dialah paling pendiam, tak pernah diajak ngobrol, kadang suka nangis sendiri. Lebih parah lagi kesurupan, bukannya di tolongin, malah di ketawain, astaghfirullah, keep strong Amanda.
“Maen hape mulu kamu, Ra,” sindir Malun setelah itu duduk disebelahnya, kebetulan kawan bangkunya ke kantin, pasti dia nitip jajajan kepada kawan sebangkunya. Cantik-cantik mageran.
“Daripada kamu tidur mulu,” sindir balik menatap kesal pada Malun. Namanya Farah, saudara Malun. Mereka berdua jarang ngobrol, sekalinya menanyakan kabar malah nanya adiknya bukannya keluarga, kek. Farah adalah satu-satunya perempuan saudara Malun yang sebaya dengannya, kebanyakan udah punya anak, kuliah semester akhir dan tentunya Malun itu pengin sekali ngobrol sama saudara-saudaranya, Malun ini dengan saudara tak malu-malu. Farah sendiri tuh orangnya jutek kalo ke yang tidak kenal, terlebih lagi orangnya gamau ribet. Misal mau lihat marahnya gimana, lihat aja cara marah serigala, atuttt!! Ciri khas dari Farah yang Malun dan orang lain ketahui ialah rambutnya selalu sebahu, hooh, emang sudah dari kecil dia suka banget sama rambut sebahu dan tidak ada potongan selain itu, tingginya setara, bola matanya seperti—SEPERTI MATi LAMPU YA.. SAYANG. Wajahnya lucu kayak Otter.
“Maaf, ya, Ra. Aku gak sempat jengkukin kamu,” ucapnya suara sedikit di pelankan, sudut mulutnya ditarik ke bawah. “Maaf, ya, sekali lagi, saudaraku, hehehe.”
“Ck!” Farah berdecak, “saudara mana yang kayak gitu, ih, jahat banget kamu, Lun.” menatap sinis.
“Aku nggak sempat, Ra, bener deh, atau gini aja, deh, pulang sekolah aku kerumah. Tenang, aku bawain makanan sama minuman kesukaan kamu, Ra,” bujuknya lalu menghempaskan punggungnya ke bangku.
“....”
“Lebih jahat nggak mau maafin saudara sendiri, sih, huhuhu.” tawa Malun agar suasana mencairkan, sudah mah hening, dikelas cuma lima orang ditambah satu perempuan marah gegara lagi sakit nggak dijengkukin. Paket lengkap kayak diruangan bos mafia suasananya, menegangkan.
“Iya, iyaaa.. deh, iyaaa. Kerumah aja.” alisnya menurun, masih marah dan kecewa kepada saudara sendiri. Sedari SD sampai SMA nggak pernah akur kedua saudara, cuma SMP saja tidak satu sekolah.