°°°°
Jul, aku minta maaf karena ngelanggar perjanjian kita bertiga dan aku melakukan semua itu karena mendesak dan berharap kamu mengerti. Kamu nggak suka ngeliat aku balik lagi kayak dulu? sok jagoan, biang kerok, tukang bikin ulah masalah, iyaaa, yaaa ... Satu tahun lalu. Sekarang aku sudah berubah lebih baik ketimbang aku yang dahulu.
Waktu istirahat aku mau nyusul kamu ke kantin, dipertengahan jalan kebelet pipis, aku lari terbirit-birit ke kamar mandi, Jul dan apa yang terjadi di belakang kamar mandi? aku liat Fajar sama gengnya lagi pada malakin orang-orang yang mau ke kamar mandi. Fajar yang kamu benci banget dari kelas dua sampe sekarang gara-gara dia berusaha ngajak aku buat kayak dulu lagi, Jul. Dan dia ngeliat aku, aku tatap balik, aku bilang bahwa jangan suka malak-malak, bukannya di dengarin malah muka ku di kepret pake uang. Awalnya sabar, aku masih liatin tuh orang. Belum tau rasanya di cabok pake tangan Dajjal. Dia malah nantangin aku berantem. Yaudah aku terima tantangan aja, aku bikin persyaratan. Misal kalah; stop malak-malak, dia setuju-setuju aja.
Sebenarnya aku nggak mau, Jul, dan ngelanggar perjanjian kita. Cuma mau gimanain lagi, orang kayak gitu susah dibilangin, pengennya baku hantem dulu baru nurut. Dan aku kaget banget ketika kamu sama Adam tiba-tiba ada di sana situasinya tidak memungkinkan buat ngejelasin semuanya ke kamu dan di UKS tiba-tiba kamu marah. Aku tanya sama kamu yang salah siapa? Jangan di jawab dulu, ya. Menurut aku mah sih yang jual uang mainan, udah tau uang mainan malah di beli pake uang asli. Aneh, kan. Pengen heran tapi yang beli anak SD kelas tiga.
Kalo kamu masih marah, gapapa, aku minta maaf dan kalo udah di baca sama kamu, aku mohon kamu ngerti, Jul. Aku nggak mau pertemanan kita berantakan hanya karna kesalahpahaman. Sekali lagi aku minta maaf, ya, udah ngelanggar perjanjian kita. Mau gimana lagi, habisnya keadaannya mendesak, sueerr, deh.
July bangkit dari bangku, memandang ke luar jendela, menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Air matanya mengambang tak kuasa menahan semua ini. Semisal dari awal dirinya tak dikuasasi oleh emosi, mungkin tidak akan begini dan semua diomongin baik-baik. July memejamkan mata, tangannya tertahan oleh tetesan air matanya. Dia mengirim pesan pada Malun;
“Apakah aku ceroboh?
Aku nggak mau ngeliat kamu kayak dulu lagi, Lun. Kamu udah aku anggap seperti saudara juga Adam dan kalian adalah harta yang aku punya, selain kalian berdua siapa lagi? Hari-hariku sepi tanpa ada kalian. Dari situ aku gak mau kamu terjerumus kayak dulu lagi, kamu di keluarin dari sekolah, kamu di bawa ke rumah sakit. Cukup! Cukup! Satu tahun berlalu sepertinya menjadi tahun buatku kasihan ngeliat diri kamu Lun. Kamu dan Adam adalah dua orang yang membuatku sadar akan hal pertemanan, membuat hariku tidak sepi lagi, sekarang aku punya tempat mengadu cerita sama kalian. Itu sebabnya aku larang kamu kayak dulu lagi. Ngeliat kamu terluka aja perasaanku campur aduk rasanya. Dan justru aku minta maaf. Kemaren main pergi aja langsung marah sama kamu. Enam bulan lagi kita lulus dari bangku putih biru, kuharap semua kita terus gini, jangan berubah.”
Keesokan hari. Adam ke kelas Malun mengecek bahwa dirinya benar-benar salah atau tidak. Karna tahu betul misal dikelas tidak ada berati di bawa ke ruang BK, sebaliknya. Adam dapat menilai kelas Malun itu orangnya baik-baik, ada guru nggak ada guru sama saja. Mereka tidak berisik seperti kelas lain. Misal ada penilaian kelas terbaik sudah pasti kelas Malun pemenangnya;
“Siapa Malun?”
“Jeger sekolah.”