Dalam sejarah manusia seringkali tidak satu pendapat terhadap sesuatu, namun mereka selalu setuju terhadap satu hal, mereka menyukai peperangan. Mereka saling membinasakan satu sama lain berusaha mencari kejayaan meskipun mereka tidak tahu apa itu kejayaan. Dari berbagai konflik ini di benua Ipeiros lahirlah empat negara besar yang mengelilingi gunung suci Bjerg yaitu Kerajaan Norn di utara yang dipimpin oleh Raja Sam Gudjohnsen sang penakluk, Kesultanan Al-Dhahab di timur yang dipimpin oleh Sultan Salman Al-Haytham sang pengasih, Kekaisaran suci Mercia di barat yang dipimpin oleh Ratu Eliza Fitzgerald sang bijak, Aliansi Malaya-Kobe di selatan yang dipimpin oleh Kaisar Evan Anwar sang visioner.
Mereka berempat saling berperang berusaha menaklukan wilayah satu sama lain. Mereka berperang sangatlah lama bahkan dalam sejarah tidak jelas kapan peperangan ini mulai mencuat. Peperangan ini menjadi panjang karena seimbangnya keempat negara tersebut.
Dari peperangan panjang ini yang paling dirugikan adalah para warga. Mereka harus tersiksa, lahan pertanian mereka rusak, banyak anak muda yang terpaksa mati muda karena peperangan meninggalkan orang yang tercinta sendirian. Menyadari hal ini membuat Kaisar dari aliansi Malaya-Kobe yaitu Kaisar Evan Anwar sang visioner berusaha mengakhiri peperangan yang berkelanjutan ini. Pada akhirnya ia menemukan sebuah solusi, ia berpikir untuk menambang material langka yang ada di gunung suci Bjerg yang memang terkenal sebagai tempat suci dalam ajaran agama lama demi membuat sebuah senjata suci untuk mengalahkan ketiga negara lainnya.
Evan pun mengirim ilmuwannya untuk meriset lebih lanjut di gunung suci Bjerg. Langkah dari Kaisar Evan terdengar ke para pemimpin negara lainnya, pada awalnya mereka nampak tak peduli dan menganggap tindakan dari Evan hanyalah sebuah tindakan konyol dari seorang idealis yang naive. Namun semua itu berubah ketika para ilmuwan dari Kaisar Evan berhasil menemukan material langka yang bernama “AntiMatter.” Dari AntiMatter ini para ilmuwan berhasil menciptakan sebuah senjata berbentuk tombak yang diberi nama “Lembing.” Lembing ini spesial karena senjata ini bisa mengeluarkan energi negatif ke arah musuh, namun kelemahan dari senjata ini adalah senjata ini tidak bisa diproduksi masal dan hanya pemegang emblem negatif yang bisa menggunakannya. Saat ini pemegang emblem negatif adalah keluarga Anwar, yap keluarga sang Kaisar.
Setelah lembing digunakan oleh Dimas Anwar putra dari Evan Anwar di medan perang membuat aliansi Malaya-Kobe menjadi tak terkalahkan. Menyadari kekuatan baru dari aliansi Malaya-Kobe berasal dari gunung suci Bjerg membuat ketiga negara lainnya mulai ikut-ikutan menambang material langka dan membuat senjata suci versi mereka. Dari kejadian ini lahirlah tiga senjata suci yaitu belati “Khinjar” yang berhasil dibuat oleh Kesultanan Al-Dhahab yang mana bisa membuat pemakainya berpindah ke arah belati itu dilempar, busur suci “Percival” yang berhasil dibuat oleh Kekaisaran suci yang mana bisa mengeluarkan panah tak terbatas ketika digunakan, dan yang terakhir adalah kapak suci “Hofund” yang mana memberikan kekuatan petir kepada penggunanya. Yang awalnya aliansi Malaya-Kobe unggul karena memiliki senjata suci namun kini semua negara memiliki senjata suci mereka masing-masing sehingga membuat perang kembali mengalami jalan buntu dan siapa yang paling dirugikan? Yap tentu saja rakyat biasa.
Beberapa Tahun Kemudian
Perang masih memanas bahkan kini jumlah korban semakin banyak semenjak munculnya senjata suci di keempat negara. Menyadari dunia semakin memburuk membuat seorang pemuda dari distrik Al-Wahda kesultanan Al-Dhahab frustasi. Pemuda yang biasanya hanyalah seorang pengemis lemah itu merasa bawha tuhan selaku pencipta dari dunia ini tutup mata terhadap konflik yang ada di bumi. Ia berusaha untuk menyampaikan rasa frustasinya langsung ke tuhan tanpa perantara penguasa yang ia anggap korup. Ia pun berencana untuk mendaki puncak gunung suci Bjerg yang mana konon katanya di puncak gunung yang belum terjamah manusia itu merupakan tempat tinggal dari tuhan. Tentu saja tindakannya dianggap sebagai tindakan gila oleh masyarakat, maka dari itu julukan Khaleed si bodoh pun lahir.
Dan ini adalah awal cerita dari Khaleed si bodoh berusaha merubah dunia.
Tak peduli dengan omongan orang di sekitarnya Khaleed mengumpulkan bekalnya dan bersiap untuk mendaki gunung suci Bjerg. Orang-orang di sekitarnya tak hanya meremehkannya mereka bakal taruhan kalau Khaleed tidak akan bisa kembali dalam keadaan hidup karena selain gunung suci Bjerg dijaga oleh kesultanan, gunung Bjerg juga terkenal atas medannya terlalu ekstrem untuk didaki namun Khaleed tak memperdulikan semua itu dan berangkat untuk mendaki gunung suci Bjerg.
Satu Bulan Kemudian
Sudah satu bulan semenjak Khaleed si bodoh berusaha mendaki gunung suci Bjerg dan berbeda ketika sebulan yang lalu kini nama Kheleed mulai dilupakan. Nama Khaleed mulai dilupakan karena memang pada dasarnya ia hanyalah seorang gelandangan yang seandainya hilang satu maka masyarakat tidak akan peduli. Namun pada hari itu semua terkejut karena melihat Khaleed kembali ke distrik Al-Wahda.
Khaleed kembali dengan aura yang berbeda, jika pada awalnya meskipun ia belum tua namun tubuhnya nampak renta tapi kini ia nampak tegap dengan wajahnya yang tegas. Tapi hal yang paling menonjol dari kembalinya Khaleed adalah ia kembali sembari membawa sebuah pedang yang ia taruh di pinggulnya. Semua orang yang awalnya nampak lupa terhadap Khaleed kini mereka sadar tentang cerita dari Khaleed si bodoh yang bermimpi untuk mendaki gunung suci Bjerg sebulan yang lalu.
Khaleed berjalan dengan bangga menuju alun-alun kota, seketika ia sampai di alun-alun kota ia berdiri tepat di tengah alun-alun dan mulai berpidato.
“Wahai warga Al-Wahda!!! kalian bisa melihat dengan mata kepala kalian sendiri bagaimana dunia ini menuju ke kehancuran dan kalian tahu siapa yang bertanggung jawab atas semua kehancuran ini? Mereka yang duduk nyaman di atas takhta yang mereka pikir tak tersentuh itu. Namun kini kita punya kesempatan, aku sudah bersusah payah mendagi gunung suci Bjerg dan apakah kalian tahu apa yang kutemukan di atas sana? Tuhan!!! aku bertemu dengannya, bukan tuhan palsu yang selama ini menipu kita namun kali ini yang asli dan ia berjanji bahwa tak ada satupun takhta yang abadi.”
Pada awalnya banyak warga yang mengacuhkan Khaleed namun pidatonya yang penuh semangat membuat warga penasaran dan berkerumun mendengarkan Khaleed. Hal ini tentu saja juga memancing perhatian dari penjaga kerajaan yang sedang berpatroli.
Dua orang penjaga, satu memiliki badan besar sementara satunya kurus namun tinggi sedang berpatroli di daerah sekitar Al-Wahda, hingga akhirnya mereka menyadari kerumunan yang ramai. Ketika mereka mengetahui tentang pidato dari Khaleed mereka jadi marah dan mengancam Khaleed.
“Hei kau rakyat jelata apa yang kau katakan barusan termasuk sebuah aksi penghinaan terhadap yang mulia Sultan Salman Al-Haytham dan bangsawan lainnuya,” ucap seorang penjaga yang kurus namun tinggi.
“Iya dan lagipula aku tidak yakin orang seperti dirimu itu bisa menantang keluarga kerajaan dan pulang dengan selamat, lihatlah dirimu begitu kurus dan lemahnya namun begitu sombongnya,” ucap penjaga yang berbadan besar.
Khaleed menyadari keberadaan dua penjaga yang kebetulan sedang berpatroli dan ia begitu senang karena ini adalah waktu yang tepat baginya.
“Wahai warga Al-Wahda, lihatlah mereka adalah contoh orang yang merasa dirinya tak tersentuh. Namun tenang saja saudaraku, hari ini mereka beruntung karena menjadi saksi pertama dari wahyu yang diturunkan oleh tuhan kepadaku.”
Khaleed pun mengangkat pedang yang sedari tadi ia bawa.
“Heh kau memiliki pedang yang bagus, kau mencuri dimana itu?” ejek penjaga yang bertubuh besar.
Khaleed tak menghiraukannya dan tetap fokus dengan pedangnya. Tak beberapa lama kemudian pedang itu bersinar dan mengeluarkan api. Para warga nampak kagum sedangkan dua penjaga tersebut nampak takut.
“Cih itu hanya trik sulap yang tak berguna,” ucap penjaga bertubuh kurus namun tinggi.
Khaleed masih tak menggubris hingga ia mengucapkan sesuatu.
“Wahai Thanatos pandulah dua jiwa tersesat ini menuju lautan jiwa dan sucikan jiwa mereka dari penyakit duniawi,” ucap Khaleed sembari mengacungkan pedangnya ke arah dua penjaga tersebut.
“Kau!!! brengsek,” ucap penjaga yang bertubuh besar sembari menusukkan tombaknya ke arah Khaleed.
Namun serangan dari penjaga tersebut nampak tak pernah sampai ke tubuh Khaleed, sementara itu api yang awalnya berada di pedang Khaleed kini mmeluncur menyelimuti tubuh dari penjaga berbadan besar tersebut. Penjaga berbadan besar tersebut hanya bisa berteriak kesakitan hingga tak lama kemudian tubuhnya hangus menjadi abu namun anehnya armor,helm dan senjatanya masih utuh.
Menyakasikan kengerian secara langsung di depan matanya membuat penjaga kurus namun tinggi menjadi ketakutan dan berusaha kabur dari hadapan Khaleed. Namun Khaleed dengan tanpa emosi mengacungkan pedangnya ke arah penjaga kurus namun tinggi tersebut dan sama seperti tadi tubuh dari penjaga kurus tersebut hangus menajdi abu tinggal menyisakan armor,helm dan senjatanya.
Dua kejadian tersebut nampak seperti kisah horror namun bagi rakyat Al-Wahda yang selama ini tertindas oleh kebijakan Kesultanan Al-Dhahab hal tersebut adalah sebuah angin baru untuk revolusi. Para warga yang dulunya mencemooh Khaleed kini merekalah yang bersorak gembira dengan kedatangan Khaleed yang layaknya juru selamat mereka.