Hidup memanglah misterius, terkadang kita merencanakan sesuatu namun takdir berkata lain. Tapi bagiku meskipun kehidupanku biasa saja aku sudah merasa puas. Ketika aku melihat teman-temanku di panti asuhan yang mana mereka selalu bercita-cita menjadi orang hebat padahal bagiku kehidupan di panti asuhan sudah sangat hebat. Maksudku lihatlah kita yang sebenarnya bukanlah saudara bisa tetap bersama, bahkan jauh lebih erat daripada saudara kandung lainnya. Konsep persaudaraan inilah yang membuatku sangat senang untuk tetap bertahan di panti asuhan.
Aku menanggap semua orang sebagai saudara, aku mencintai mereka tanpa terkecuali. Bahkan apabila orang yang membullyku di panti asuhan aku tetap tidak bisa membencinya, karena aku tahu kalau dia adalah orang yang insecure dengan dirinya sendiri maka dari itu ia membully orang lain yang menurutnya lebih lemah. Namun terdapat seseorang yang tak bisa kucintai sama seperti yang lainnya karena … jujur aku gak tahu entah mengapa dia berbeda dari yang lainnya.
“Steve!!! oii Steve!!! kau ini bisa-bisanya melamun di lorong,” ucap seorang wanita muda yang cantik.
Yap wanita bertubuh ramping nan tinggi dan berambut pendek sebahu yang ada di depanku inilah orang yang tak bisa kucintai sama seperti yang lainnya.
“Emilia, ngapain kamu disini?” tanyaku.
“Kau ini sudah terlambat 15 menit untuk kelas olahraganya Pak Nichole dan aku sudah punya feeling jadi aku mencarimu.”
Oh sekarang aku ingat, pagi ini adalah waktunya jam olahraga namun aku terlalu malas untuk mengikutinya jadi aku berusaha menundanya selama mungkin. Yah.. aku merasa gak enak sih dengan Emilia jadi lebih baik aku pergi dengannya.
“Yaudah ayok katanya Pak Nichole sudah menunggu kita,” ucapku.
“Dasar kau ini.”
Emilia secara tiba-tiba menggandeng tanganku berjalan menelusuri lorong panti asuhan. Reflek wajahku sedikit memerah dengan situasi ini. “Aneh” soalnya biasanya jika anak perempuan lain yang melakukan ini aku pasti tak akan semerah ini namun entah mengapa kalau Emilia yang melakukannya wajahku selalu memerah.
“Heii Lia lepaskan tanganku aku bukanlah anak kecil lagi.”
“Hehehe bagiku kau tetaplah seorang adik kecil dan wajar untuk seorang kakak membimbingnya kan?”
Benar sekali Emilia adalah kakakku namun kami tak sedarah. Menurut sister Marine kamu berdua ditemukan oleh panti asuhan dengan kondisi mirip yaitu ditinggal di depan pintu gereja namun Emilia sudah ada di sini satu tahun lebih dulu daripada aku. Hal inilah yang membuatnya memproklamirkan dirinya sendiri sebagai kakakku.
Kami pun tiba di lapangan panti asuhan. Meskipun panti asuhan kami terletak di pinggir ibukota Heartpool namun panti asuhan kami lumayan terkenal karena berafiliasi dengan gereja kekaisaran. Yap panti asuhan kami langsung dibiayai oleh Kekaisaran suci Azzuri.
Di tengah lapangan sudah nampak anak-anak panti asuhan sedang melakukan peregangan sedangkan tepat di depan mereka terdapat seorang pria yang sangat berbulu bahkan kami sering bercanda dengan menyebutnya sebagai “Nichole the Bear.”
“Emilia!!!Steve!!! kemana saja kalian? Kalian sudah terlambat 15 menit,” ucap Nichole the Bear.
Emilia dan aku tak memperdulikan omongan Nichole, kamipun segera bergabung dengan anak-anak lainnya untuk melakukan peregangan.
“Baik cukup dengan peregangan hari ini kita akan melakukan uji ketahanan dengan sparing satu sama lain, baik semua dengarkan baik-baik habis ini aku akan bilang partner kalian oh dan tentu saja lawan kalian sesama jenis jangan pikir yang aneh-aneh.”
Dari segala bentuk latihan, sparing adalah hal yang paling kubenci. Iya aku tahu karena kami berada di dalam naungan Kekaisaran membuat kami juga disiapkan sebagai pegawai kekaisaran ketika dewasa nanti, menjadi prajurit juga termasuk. Memang kekaisaran sedang dalam kondisi stabil namun karena aku belajar jadi aku tahu kalau sebenarnya beberapa wilayah di kekaisaran banyak yang tak puas dengan kinerja kekaisaran. Mereka hanya butuh satu dorongan terakhir untuk merealisasikan ambisi mereka namun aku tahu kalau itu tak akan terjadi dalam waktu dekat. Oleh sebab itu aku tidak punya cita-cita untuk menjadi prajurit.
Mau gak mau aku harus melakukan latihan sparing ini sih, toh sepertinya aku akan mendapatkan lawan yang mudah seperti Jajang si pendiam di sampingku ini.
“ ... selanjutnya Steve akan berpartner dengan Onana.”
Oh sial hari ini adalah hari burukku. Aku tak menyangka dari 50 anak yang ada di lapangan kala itu aku justru mendapatkan Onana si raksasa.
Aku melirik ke arah Onana, ia nampak tertawa bahagia karena mendapatakan diriku sebagai lawannya. Sebagai info saja sebenarnya tubuhku tidak terlalu kecil namun juga tak terlalu besar apalagi jika dibandingkan dengan Onana.
“Kau akan menjadi lawanku ya hahaha, semoga kau bisa bertahan,” ucap Onana yang mendekatiku.
Aku pun hanya bisa menghela nafas. Aku berpikir kalau seandainya aku pura-pura kalah dengan keluar dari ring maka aku pasti bakal dimarahin sama Nichole the Bear. Jadi aku memiliki ide untuk sebisa mungkin menghindari serangan dari Onana dan berpura-pura terkena satu serangannya sehingga membuatku tak terlalu terlihat sedang berpura-pura.
“ ... sparing selanjutnya Onana melawan Steve.”
“Semoga beruntung kawan,” ucap Onana sembari berjalan ke arah ring.
Aku pun berjalan menuju ring dan bersiap menjalankan rencanaku.
“Bersedia!!! siap!!! mulai!!!”
Onana pun langsung bergerak cepat dengan melayangkan tinju ke arah perutku. Karena tubuh Onana yang besar membuat serangannya jadi lambat. Aku pun berhasil menghindarinya dengan mudah. Menyadari bahwa tinjunya tak efektif membuat Onana mengganti pendekatannya. Secara mengejutkan ia memegang pingganggku dengan erat dan membantingku dengan keras ke tanah.
Tubuhku tersungkur ke tanah, hal ini membuatku berteriak kesakitan. Jika normalnya hal ini membuat Onana menang dan ia gak perlu melanjutkan perlawanan dan selain itu pak Nichole juga sudah menghentikan sparing namun entah apa yang merasuki Onana ia terus memukuli dan menendangiku yang masih tergeletak di atas tanah.
Semua orang yang melihat hal itu nampak khawatir namun tak ada yang berani untuk menghentikan Onana akan tetapi Emilia yang tak tega melihat hal tersebut berusaha untuk menghentikan Onana. Namun ketika Emilia sudah di dekat Onana tiba-tiba Steve bangkit dan anehnya matanya yang berwarna hitam kini berubah menjadi biru. Steve hanya menatap ke arah Onana dan hanya dengan tatapan ini membuat Onana tak sadarkan diri. Uniknya ternyata tak cuma Onana yang tak sadarkan diri mayoritas anak yang melihat ke arah Steve juga ikut pingsan. Pada akhirnya Steve juga pingsan namun ketika Steve mau terjatuh ke tanah ia langsung dicegah oleh Emilia.
“Li … a.”
…
Sepertinya aku pingsan cukup lama karena ketika aku sadar, aku sudah berada di kamar dalam kondisi gelap. Tak beberapa lama kemudian pintu kamarku terbuka dan nampak Emilia datang sembari membawa minuman.
“Oh Steve kau sudah bangun?” tanya Emilia sembari menaruh minuman hangat di samping ranjang Steve.