Kerja keras adalah kunci, itu adalah apa yang banyak orang setuju akan tetapi bagiku itu tak sepenuhnya benar. Kau masih butuh sedikit keberuntungan untuk sukses dan kini aku sangat membutuhkannya.
Sudah satu bulan semenjak aku mengikuti pelatihan dari council of democratic people dan khusunya oleh Henry. Fisik dan mentalku benar-benar diterpa mulai dari latihan dasar prajurit hingga pembelajaran para ilmuwan. Kupikir-pikir hal ini lucu karena sejak dulu aku tak pernah berpikir akan merasakan hal ini, aku sejak dulu tak pernah berpikir akan menjadi prajurit bahkan menjadi sang kaisar. Namun kini aku sudah mencapai puncaknya. Tak kusangka di puncakku ini aku akan mendengar kata itu keluar darinya karena selama satu bulan ini aku merasa selalu kurang. “Sekarang kau siap,” katanya yang kini teriang-teriang di pikiranku. Akhirnya setelah satu bulan aku siap untuk menjadi sang kaisar.
Gereja adalah tempat orang beribadah sekaligus tempat dimana roda kehidupan tejadi. Jika seorang Kaisar meninggal maka prosesi pemakamannya dilkaukan gereja begitupula jika seorang Kaisar baru lahir maka penobatannya juga dilakukan di gereja. Dan tepat sebulan setelah kepergian Kaisar terakhir kini seorang kaisar baru yang masih muda lahir di gereja Stamford.
Istana Suci Godenburgh
Malam ini di balkon yang selama ini tak pernah kuimpikan, aku melihat langit malam yang disinari terangnya bintang. Ditengah-tengah lamunanku itu tiba-tiba suara pintu kamarku terbuka, ah sebuah pemandangan familiar. Orang yang masuk tersebut tentu saja Emilia.
“Emilia senang bertemu denganmu.”
“Wow sekarang kau terlihat lebih keren,” ucap Emilia.
“Benarkah? Aku tidak merasakan perbedaan, bagaimana denganmu?”
“Aku mendapatkan banyak ilmu baru dari prof Malik, seperti dugaanku dia memang orang yang jenius dan …,” ucap Emilia tak sampai akhir.
“Dan apa?”
“Sebenarnya aku juga baru mendapatkan kabarnya tadi pagi, apakah kamu ingat tentang betapa aku mengagumi para pemegang senjata suci dan senjata suci itu sendiri?” tanya Emilia.
“Iya kau selalu saja membahas hal itu bahkan kemarin ketika kita bertemu dengan keempat guardian kau hampir pingsan.”
“Kau malah ingat yang itu, jadi apakah kau masih ingat kalau sebenarnya ada lima senjata suci yang tercipta?” tanya Emilia nampak malu.
“Kalau tidak salah senjata kelima adalah pedang suci milik Kaisar Khaleed yang kemudian diberikan kepada Pangeran Adam tapi bukannya pedang itu sudah hancur bersama dengan kematian Pangeran Adam?”
“Itulah yang banyak orang pikir namun setelah penelitian historis yang selama ini dilakukan oleh prof Malik diketahui kalau ternyata pedang tersebut selamat dalam perang sipil pertama Azurri dan kala itu sang kaisar baru, Kaisar Maruki menyembunyikannya di sebuah tempat supaya tidak telahir Pangeran Adam lainnya,” balas Emilia yang kini nampak antusias.
“Wow aku baru tahu tentang itu.”
“Akhirnya mereka menemukan lokasinya, pedang itu berada puncak gunung sci Bjorn,” ucap Emilia.
Emilia nampak menundukan wajahnya, dari situ aku menyadari ada sesuatu yang ingin ia katakan namun ia takut akan mengganggku.
“Jadi?”
“Meskipun berada di puncak gunung suci Bjorn namun kami tak bisa menggapainya dari Mercia, kami harus mendaki dari Al-Dhahab atau lebih tepatnya dari kota Al-Wehda,” jawab Emilia.
“Itu jauh sekali … ah aku paham, pergilah kau tak perlu mengkhawatirkanku.”
“Tapi Steve,” ucap Emilia nampak khawatir.
“Ayolah aku kan sudah dilatih selama sebulan ini sama pak Henry dan akhirnya ia telah memberikan restunya kepadaku, bukankah itu sudah merupakan bukti yang cukup?”
Emilia yang awalnya nampak ragu kini mulai berubah. Ia pun berjalan ke arahku dan secara tiba-tiba memelukku.
“Aku bangga kepadamu, aku tak menyangka seorang adik kecil yang selalu bergantung kepada kakaknya kini telah tumbuh menjadi pria,” ucap Emilia sembali memelukku erat.
Aku terdiam, wajahku memerah keringat menetes dari dahiku dan sepertinya suhu tubuhku sedikit meningkat. Setelah terjebak dalam situasi tersebut cukup lama akupun mendorong pelan Emilia.
“O-okay ngomong-ngomong kapan ekspedisi ini akan dilakukan dan berapa lama?”
“Besok sore tepat setelah pelantikanmu aku dan tim dari divisi edukasi akan berangkat ke Al-Wehda dan sepertinya kita akan menetap di sana selama sebulan,” balas Emilia.
“Secepat itu ya … baiklah kalau begitu semoga sukses.”
Setelah mendengar ucapanku itu tiba-tiba Emilia seperti mendapatkan sebuah ide. Ia pun berlutut di hadapanku, akupun bingung namun akhirnya aku paham dengan maksudnya.
“Yang mulia Kaisar Steve izinkan hamba memintah anugerah dari anda,” ucap Emilia sembari berlutut di hadapanku.
“Emil ayolah kau tak perlu melakukan hal itu.”
“Ikuti alurnya saja,” balas Emilia sembari tersenyum.
Senyumnya berhasil menggerakan hatiku hingga pada akhirnya aku mengikuti alurnya.
“Aku Kaisar Steve dengan ini memberikan anugerahnya kepada Eva Emilia dalam perjalanannya mencari senjata suci, semoga tuhan baru menyertai anda.”