Rajah Mimpi

Athoillah
Chapter #1

Prolog

Perkenalkan, namaku Ahsan. Ketika cerita ini berlangsung usiaku baru 17 tahun. Waktu itu, aku adalah santri tingkat akhir di pondok... (lebih baik tidak kusebutkan namanya). Ujian kelulusan sudah menjelang di depan mata. Namun, karena suatu hal --yang secara detail akan kuceritakan dalam bab-bab selanjutnya --aku dan kedua kawan satu kamarku terancam tidak akan dapat mengikutinya. Kami terjerat dalam persoalan yang sangat serius, menyangkut pelanggaran nomor satu di pondok ini: mempelajari dan mengamalkan ilmu gaib. Oleh karenanya kami terancam akan diboyong, dipulangkan paksa, dari pondok.

Padahal, dulu pondok ini pernah dikenal sebagai pondok keramat, gudangnya orang-orang sakti yang menguasai ilmu-ilmu gaib. Cerita tentang santri yang tiba-tiba menghilang, berjalan di atas air atau berada di dua tempat sekaligus sama sekali bukan hal menakjubkan. Bahkan, saling berkirim benda-benda aneh ke dalam perut menjadi bahan candaan antarteman. Pada saat itu, jamak terjadi ada santri yang tiba-tiba muntah kemasan sampo, ekor cicak atau butiran tasbih.

Pada musim hajatan, santri-santri kerap diundang oleh warga sekitar untuk menjadi pawang hujan. Begitu pula ketika tiba waktunya lomba Agustusan, santri-santri banyak dibon untuk menjadi pemain bola dadakan dalam turnamen antar kampung. Konon, seorang santri pernah diminta jadi kiper di pertandingan final. Setiap kali penyerang lawan datang mendekat orang itu malah menyingkir dan dengan santainya bersandar pada tiang gawang, seolah mempersilakan lawan untuk menyarangkan bola ke gawangnya. Meski begitu sampai pertandingan berakhir gawangnya tidak kebobolan satu gol pun.

Sampai beberapa waktu lalu bahkan masih saja ada orang yang datang ke pondok untuk minta dibuatkan sabuk azimat, air doa, wifiq penangkal hama dan pagar gaib untuk rumah dan warung. Padahal, di depan gerbang pondok sudah dipasang plakat besar, dengan tulisan dalam huruf kapital, yang melarang siapapun datang dengan keperluan seperti di atas.

Sekarang cerita-cerita mistis itu sudah jarang terdengar, hanya sayup-sayup, disampaikan dengan suara bisik-bisik dalam forum yang sangat terbatas. Perubahan besar-besaran terjadi sekitar lima tahun silam, ketika Gus Faisal menyelesaikan studinya dan mengambil alih kepemimpinan pondok. Beliau merombak kurikulum: menyingkirkan kitab-kitab metafisik dan menggalakkan pembelajaran ilmu alat, fiqh, tasawuf dan Ushuluddin.

Gus Faisal menjauhkan kitab-kitab pengobatan gaib, serta hal-hal yang berbau azimat, wifiq, rajah dan nujum dari jangkauan santri, seperti menjauhkan obat tikus dari jangkauan anak-anak. Orang-orang yang dikenal memiliki dan pernah mengamalkan ilmu tersebut dikumpulkan dan disumpah di bawah naungan kitab suci untuk tidak mengajarkannya pada siapapun selama masih tinggal di pondok. Selain itu beliau juga menerapkan takzir yang sangat berat bagi santri yang coba-coba mempelajarinya.

Lihat selengkapnya