Perempuan, atau apapun di dalam kamar itu, berteriak makin keras. Gedoran-gedorannya terdengar makin kuat, seolah hendak merobohkan seluruh rumah. Jika diteruskan, daun pintu ratusan tahun itu bisa-bisa terbelah. Brengsek. Mengapa di saat seperti ini aku malah mengkhawatirkan daun pintu? Bisa jadi, yang ada di dalam sana adalah perempuan sungguhan, dan sedang dalam bahaya.
"Siapa itu, Kang?"
"Aku tidak tahu," jawab Kang Kumed.
"Apa tidak sebaiknya kita buka saja?"
"Jangan! Tunggu di sini, aku akan matur Gus Faisal."
Kang Kumed bergegas lari ke belakang. Namun, bahkan sebelum dia mencapai pintu, Gus Faisal telah membukanya terlebih dulu. Beliau melewati kami, lalu masuk begitu saja ke dalam kamar, seolah pintunya tidak terkunci, dan kemudian menutupnya.
Kami terbengong-bengong tidak percaya. Jika pintunya memang tidak terkunci lalu mengapa perempuan itu harus susah payah menggedornya.
Dari luar terdengar jerit perempuan itu semakin menjadi. Kubayangkan tangan Gus Faisal yang kokoh itu menangkapnya, dan dia meronta sekuat tenaga, mencoba melepaskan diri. Namun, pergumulan itu ternyata tidak lama. Hanya berlangsung kira-kira dunia menit, lalu suasana menjadi hening kembali.
Pintu kamar dibuka. Gus Faisal keluar. Paras muka beliau biasa saja, seolah baru keluar dari kamar mandi. "Jika pekerjaan kalian sudah selesai, kalian boleh kembali ke asramah." Katanya.
"Iya, Gus." Jawab Kang Kumed.
Kami beringsut, mundur pelan-pelan sambil tetap menunduk.
"Tunggu!" Gus Faisal menatapku. Pandangannya menembus sampai ke tulang. "Kamu khadam baru?"
"Bukan, Gus." Sahut Kang Kumed. "Dia teman satu asramah saya."
"Oh... siapa namamu, Kang?"
"Ahsan."
Gus Faisal manggut-manggut. "Ya sudah, kalian boleh pergi." Katanya, lalu beliau sendiri tindak mendahului kami, setelah mewanti agar Kang Kumed mengunci kembali semua pintu dan jendela.
Mungkin hanya perasaanku saja. Ketika Gus Faisal menatapku, sekilas aku melihat raut wajah beliau nampak lega, seolah baru saja menemukan alasan yang cukup masuk akal, mengapa kejadian aneh ini bisa terjadi di rumahnya. Sampai-sampai aku merasa beliau akan menghukumku. Padahal aku tidak melakukan apa-apa.
Sebenarnya aku merasa ketar-ketir dan was-was saat dipandangi oleh Gus Faisal. Sebab, kudengar, di pondok ini beliau adalah satu dari segelintir orang yang menguasai ilmu firasat, teknik membaca watak dan karakter seseorang dari keadaan fisiknya. Kalau yang itu bukan ilmu gaib. Murni ilmiah. Imam Syafi'i adalah salah satu pakar dalam bidang itu, dan pernah membuktikan sendiri kebenarannya dalam pengalaman empiris.