Hari itu, lima orang Pancaduta telah duduk di kursi pesawat Boeing 747.
Hamdi Sastro Madani a.k.a Madni (30) dikejutkan oleh sebuah benda kecil yang ditunjukkan oleh rekannya. Athar Shihab berbisik menenangkan, “ini adalah jimat pembawa keberuntungan, juga penolak bala. Dia tidak bisa meleleh dalam panas 100 derajat dan mengandung racun.”
Madni balas berbisik, dengan ekspresi heran. “Saya bahkan tidak mengerti, bagaimana benda ini bisa lolos baggage inspection di bandara?”
Athar tertawa kecil, “Ini keris ajaib, dia bisa menemukan caranya sendiri untuk menuntaskan misi.”
“Ah, Pak Athar ini ada-ada saja! Saya harap, benda ini tidak menggagalkan misi Pancaduta,” kata Madni, yang setelah selesai mengucapkannya, hatinya malah makin galau. Dia membalikkan badannya, hendak mengucapkan sesuatu lagi, tapi Athar sudah menutupkan sleep mask menutupi matanya, merem.
Ingatan Madni kembali melayang ke ucapan Presiden Adigawa hari kemarin saat melepas mereka pergi.
~~~
Di ruang Istana Negara, Presiden Adi Pramana Legawa alias Adigawa menggelar acara Bincang Bersama Kabinet Prestasi yang digelar setiap 3 bulan sekali, membahas kepedulian pribadi anggota kabinet akan kondisi bangsa. Di akhir bahasan itu, Adigawa memberikan ucapan selamat bertugas kepada lima orang Staf Kementerian Keuangan yang akan diterbangkan esok hari ke Eropa untuk melakukan kunjungan kerja administratif, pertemuan dengan pemimpin bangsa juga konferensi seputar ekonomi dunia.
“Kepada Pancaduta yang akan diterbangkan besok sebagai lima utusan Indonesia dalam rangka kunjungan kerja, pertemuan dengan pemimpin bangsa-bangsa dan konferensi ekonomi dunia, saya ucapkan selamat bertugas. Masing-masing dari Anda memiliki tugas yang berbeda, tapi misi yang sama. Sehingga, belum sempurna misi tersebut, sebelum tugas anggota lainnya selesai. Saya harapkan, Anda bersama dapat mempresentasikan gejolak masa dan suara rakyat Indonesia dalam menyikapi kelahiran digitalisasi kurensi, atau mata uang kripto. Kita tidak bisa menentukan arah era tersebut akan tetapi, terbuka kepada setiap perkembangan yang lestari, bukan kemajuan yang temporer.”
Presiden Adigawa mengucapkan kata akhir, lalu menghampiri kelima Pancaduta yang berdiri dari kursi masing-masing untuk memberikan jabatan tangan.
~~~
Kegalauan Madni kembali menghinggapi. Perasaannya berkecamuk. Entah kenapa, ia merasakan perasaan khawatir yang tidak biasa. Ini tentunya bukan karena keris mini yang dipegang Athar, bukan? Kalau itu alasannya, aku akan harus membunuhnya, pikirnya geram.
Untuk menenangkan pikirannya, ia membayangkan rentetan aksi-aksi heroik dari film Marvel seperti Blades, Iron Man, Spider-Man, X-Man.
Setiap minggu, Madni akan mendapatkan resensi menarik dari link-link yang masuk ke surelnya. Penulisnya memiliki wawasan yang luas tentang film-film fantasy dan sangat pintar dalam mengolah kata-kata sehingga, Madni percaya bahwa dialah The Man With 100 Faces yang diceritakan dalam film-film itu.
Madni menutup matanya dengan sleep mask, seperti yang dilakukan Athar yang sudah mengorok. Kaki dan tangannya tampak bergerak-gerak halus. Ia tengah membayangkan dirinya menjadi The Black Knight, Blade. Namun, ia memainkan pedangnya dengan lebih halus namun cepat. I AM Blade, pikirnya, lebih kepada penegasan diri. Ia pun terlelap dalam tidur.
Keesokan paginya, mereka sudah melayang di bumi Eropa.
Pesawat mendarat di bandara Schiphol. Di luar, sudah menunggu kejutan.
Daniel Nugraha, Wakil Dubes Indonesia datang untuk mengangkut Pancaduta dengan mobil bus mini ke Kota Den Haag yang disetir olehnya sendiri.
“Sejak kalian Pancaduta, yang akan menggantikan Dubes di sini, maka saya berada di bawah perintah kalian,” kata Daniel sambil tertawa, diiringi tawa kelima Pancaduta
~~~
“Sepertinya ada sesuatu yang janggal di sini,” kata Madni pada Athar di kamarnya. Athar tengah berdiri dengan segelas jus d’orange menatap ke luar jendela Inntel Hotels Den Haag Marina Beach, menatap pantai Scheveningen yang ramai oleh pengunjung berbikini.