Sebuah acara “Silaturahmi Anggota Yayasan Amanah Nusantara ke-17” diselenggarakan dengan khidmat oleh 50 orang keturunan Raja se-Nusantara yang tergabung dalam yayasan tersebut. Acara itu dihadiri oleh KPH. Amir Waliyuddin a.k.a (70) yang lebih dikenal dengan nama Romo, seorang keturunan Raja Mataram dari Jawa Tengah. Kanjeng Panembahan Harya tersebut duduk di salah satu kursi Panitia.
Ke-50 bangsawan setuju untuk menandatangani Rancangan Pembentukan Dewan Pengawas Hutang Negara (RP-DPHN). Satu per satu dari hadirin menghampiri meja Panitia untuk membubuhkan tanda tangan diatas kertas RP-DPHN tersebut.
Raisyad Hamid a.k.a Kang Kang Rais (65), keturunan dari Pangeran Kerajaan Sumedang adalah orang terakhir yang menandatangani RP-DPHN tersebut. Setelah ia kembali duduk di kursinya, Romo mengambil mikrofon.
“Selamat dan terima kasih kepada saudara-saudara yang telah menandatangani RP-DPHN. Kita semua sepakat untuk bahu membahu membangun ekonomi rakyat, meningkatkan potensi kearifan lokal dan mengambil tanggung jawab dalam pengawasan keluar masuknya uang yang menjadi hutang negara. Akan tetapi, masih ada satu hal yang ingin saya rembukkan dalam acara ini adalah tentang bagaimana kita menghindari perkara syubhat, yang mana ini adalah saran yang sangat baik dari Kang Kang Rais. Untuk itu, saya persilakan kepada Kang Kang Rais untuk maju ke depan mengajukannya sendiri kepada saudara-saudara sekalian.”
Kang Kang Rais maju ke depan mengambil mikrofon dari Romo.
“Terima kasih, Romo. Saya akan bicara sedikit saja tentang solusi dalam menghindari syubhat. Karena, semua sudah mafhum mengenai alasannya. Saya tidak bicara tentang potensi korupsi yang akan terjadi dalam DPHN. Saya seperti Anda semua berbaik sangka pada kerja keras dan perjuangan YSN selama ini. Akan tetapi bukankah alangkah baiknya, jika DPHN secara eksklusif dikelola oleh orang-orang terpercaya, yang memiliki kredensial dan ikatan baik dengan anggota-anggota YAN. YSN sudah memiliki majlisnya sendiri, yang mana itu diketuai oleh Anda, Romo.” Kang Kang Rais menoleh pada Romo yang mengangguk dengan sopan dan rendah hati. “Jadi, menurut hemat saya, Ketua DPHN harus keturunan Raja atau Sultan atau Wali, yang memiliki kredensial dan pengalaman yang baik di bidang keuangan. Sedangkan pengesahannya masih harus melalui proses penobatan secara tradisional oleh Majelis YAN. Sebab, seperti yang Romo sering ungkap sebelumnya pada kami, bahwa DPHN ini dimaksudkan sebagai wujud konkret dari tugas yang harus diambil oleh Pemuda Berjanggut Putih. Artinya, siapa pun dia, haruslah menjadi Saudara Terkuat bagi Pemuda Berjanggut Putih. Sekian saja, Romo. Terima kasih, saudara-saudara.”
Tepuk tangan ramai bergema di ruangan itu. Romo mengambil mikrofon kembali dari Kang Kang Rais. Ia berdehem, terpekur sebentar, lalu angkat bicara.
“Terima kasih, Kang Kang Rais. Sebuah ide yang sangat baik. Seperti yang saya bilang pada percakapan empat mata kita sebelumnya, ini akan membuat RP-DPHN ini semakin sulit diresmikan oleh pemerintah. Tetapi, Pak Hilmy Perwiranegara, Wakil Presiden RI yang menjabat sekarang, adalah keturunan Sultan Surakarta dan juga angola YAN. Sehingga, beliau tentunya akan mengerti keprihatinan ini. Apabila Anda sekalian setuju, saya akan menghubunginya saat ini juga, melakukan video call untuk mengusulkan rancangan kita tersebut. Jika ada yang tidak setuju, tolong angkat tangan.”
Tidak ada yang mengangkat tangan. Semua setuju. Sebagian merapikan pakaian. Sebagian membusungkan dada bersiap-siap. Romo merogoh gawai dari saku jasnya. Sebelum membuka Buku Kontak, ia mengirimkan pesan singkat kepada tiga nomor bernama H, B dan S. Pesan iu berisi "Rajawali Order is ready".
~~~
Acara makan siang di Istana Merdeka hari itu dihabiskan oleh Hilmy Perwiranegara (50), Wakil Presiden RI dengan memakan bekal sandwich yang dibuat oleh istrinya.
Sebuah panggilan video muncul pada gawai dan layar laptopnya. Layar komputer menunjukkan panggilan dari “KPH. A. Waliyuddin”.
Hilmy tersenyum. Membetulkan dasi. Lalu, memencet tombol YES pada layar komputer itu.
“Assalamu’alaikum, Romo…”
Terdengar WA’ALAIKUM SALAM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH dari seluruh hadirin acara silaturahmi.
Bahu Hilmy berguncang saking kaget. Gambar pada layar komputer menampilkan 50 orang laki-laki berpakaian adat. Romo berdiri memegang mikrofon di depan kursi para hadirin tersebut.
“Wa’alaikum salam, Pak WaPres,” sapa Romo.
“Masha Allah. Saya hampir lupa, kalau hari ini YSN mengadakan silaturahmi di Preanger, Romo. Maafkan, saya tidak bisa nadir. Baga Romo?”
“Betul, Pak Hilmy. Kami dari YSN ingin menyampaikan bahwa hari ini, kami baru saja mematangkan rumusan yang sebelumnya kami sering angkat dalam berbagai pertemuan, yaitu mengambil peran penting dalam menanggulangi beban hutang negara.”
“Oh, ya! Tentu saja saya ingat itu. Anda pernah menyebutkannya secara langsung pada saya. Bagaimana itu kelanjutannya, Romo?”
“Betul, Pak Wapres. Rancangan Pembentukan Dewan Pengawas Hutang Negara atau RP-DPHN ini hari ini sudah ditandatangani oleh 50 orang anggota YSN yang hadir. Selebihnya akan menyusul bulan depan. Akan tetapi, menurut hemat kami, demi menghindari perkara syubhat, maka Kandidat Ketua DPHN tersebut masih harus melalui pemilihan dan harus dinobatkan oleh Majlis YAN. Kami tahu, ini akan sedikit ribet…”
Hilmy tertawa.
“Ya, memang. Tapi, saya suka ide itu.”
“Sangat baik, kalau begitu. Kami akan mengirimkan proposalnya melalui email sekarang juga, jika boleh, mohon alamatnya dikirimkan melalui nomor saya. Kita bisa berbicara lebih lanjut dalam silaturahmi ke-18 bulan depan, kalau Anda ingin mendengar langsung dari kami.”
Hilmy mengetikkan alamat emailnya dengan cepat ke nomor WhatsApp Romo.