Rajutan Kisah Para Perantau

Rainzanov
Chapter #9

Tuntutan Penjelasan dan Perpisahan

Nakhoda hitam

Beri aku sebuah gambaran

Tentang harapan yang kian temaram

Pula dengan luka yang tak kunjung padam

Nakhoda hitam

Beri aku sebuah jawaban

Atas teka-teki bisu yang meraung keras di relung jiwa

Biar kekejaman malam menjadi saksi


Nakhoda hitam

Heningkan cipta sebagai imbalan

Agar darah juangku bersenandung riang

Setidaknya, kematianku sedikit berkesan

Nakhoda hitam

Jika suatu saat aku diberi kesempatan hidup kembali

Akankah dunia mengadili segala rasa sakitku?

Akankah semesta menjanjikan kebahagiaan untukku?

Zahra baru saja membaca sesuatu yang membuat telingaku sakit. Di hari itu, tepat ketika aku ingin kabur dari universitas yang terasa asing untukku, Zahra mencegah langkahku. Entah kenapa, dia menahan dan menyuruhku berdiri sembari memperhatikan dia yang sedang asyik membaca puisi bikinannya sendiri. Apa jangan-jangan, dia menulis puisi ini ketika menunggu teman-teman Arif datang?

“Kamu menahan aku di sini agar aku mendengarkan kamu membaca puisi buatanmu, ha?” tanyaku sembari melipat kedua tangan dan meletakkannya di depan dada.

Zahra menundukkan kepala, lalu berkata, “Hahaha, maaf. Aku mau kamu menjelaskan ke aku tentang sebuah kebenaran. Aku sudah menahan ini selama dua jam. Sekalipun aku tahu kalo kamu sekarang marah, aku tidak peduli. Kamu harus tahu soal ini. Sebenarnya, aku mau membuat puisi ini untuk Wang dan juga kamu, Akbar. Sepertinya, kamu dan dia takut sama Si Nakhoda hitam itu. Yah, meski orang yang dia maksud sudah pernah masuk penjara dan sekarang sudah mati, sih,” balas Zahra kemudian.

Tunggu sebentar! Apa katanya tadi? Bagaimana dia tahu soal Si Nakhoda hitam itu? Sialan! Apa ini adalah waktu yang digariskan Tuhan untuk membongkar semuanya? Dari mana dia bisa berpikiran seperti itu?

Aku menaikkan salah satu alis, “Kamu tadi bilang apa?” dahiku terlipat, sebenarnya rasa kesalku sudah berada di ujung tanduk. Tapi, hal-hal di luar kendaliku terjadi secara tiba-tiba. Finalnya, dada dan jantungku terancam.

“Hahaha, sudah, lah. Kamu pasti nggak nyambung, ya. Lupakan saja kalau begitu,” Zahra memutar kedua bola mata, dia mengangkat bahunya sesekali, lalu beranjak pergi dan meninggalkan aku yang bingung sendiri gara-gara tingkahnya.

“Tunggu! Kamu tidak bisa seenaknya meninggalkan aku, Zahra. Kamu sudah memancing aku untuk mencari tahu. Sekarang, kamu harus tanggung jawab buat menjelaskan semuanya,” ucapku dengan berani. Aku memegang lengan kanannya, kita berdua saling berhadapan secara spontan. Tapi, ada sesuatu yang berbeda dari dirinya. Entah kenapa, gadis di depanku menitikkan air mata, tubuhnya seketika gemetar.

“Kamu bilang apa tadi, Bar? Aku perlu menjelaskan semuanya di hadapan kamu? Nggak kebalik, kah? Harusnya, kamu yang menjelaskan semuanya ke aku, Bar! Kenapa kamu nggak ngomong dari dulu saja, ha?!” Zahra menuntut kejelasan, dan aku yang ada di hadapannya, malah menggiring opini sendiri. Apa Wang sudah memberi tahu dia?

Lihat selengkapnya