Rakhalila

Galih Aditya Mulyadi
Chapter #13

Seharusnya Bukan Raka

Yang Khalila dengar adalah cerita Raka. Ia tak terlalu menikmati jagung bakarnya. Sepanjang Raka bercerita ia benar-benar menyimak dan memahami setiap kalimat Raka.Tentang keputus asaannya kepada kuliah dan tentang ambisinya menjadi penulis nasional. Khalila mencoba mengambil sudut pandang lain. Ia memang tidak setuju dengan keputusan Raka hendak mundur dari kuliahnya, itu yang Khalila pikirkan secara logika. Tapi perasaan, ia ingin terus Raka berusaha meraih mimpi yang kini menjadi obsesinya itu.

“Ya udah, kalau begitu, kalau suatu hari kamu gagal di jalan ini. Jangan pernah menyesal!” kalimat pertama Khalila.

Raka tersenyum kecil, “Satu-satunya penyesalanku saat ini ya, karena aku nggak punya argumen waktu dulu papa minta aku kuliah di Pertanian!”

“Berarti nanti juga kamu akan menyesal, dong, kalau kamu berpikir hidpmu saat ini adalah penyesalan?” sahut Khalila.

Ucapan Khalila menarik perhatian Raka, “Maksud kamu?”

Khalila meletakkan piring jagung bakarnya, “Ya menurutku kamu belum menerima hidupmu selama penyesalan itu masih ada di benak kamu. Coba kalau kamu dulu emang beneran bisa kuliah sastra, pasti upaya kamu buat ngejar mimpimu nggak akan sekeras ini, kan?”

“Dari mana kamu tahu?”

Khalila tertawa kecil, “Setiap orang akan mengeluarkan versi terbaik dirinya ketika dalam keadaan sulit. Kalau kamu kuliah di sastra mungkin kamu akan terlalu nyaman di situ, bahkan kamu akan lupa sama ambisimu. Toh, walaupun kamu berhasil nerbitin novelmu, pasti perjuangannya nggak sekeras ini, kan?”

“…….”

“Kata orang, sih, kebahagiaan terbesar itu bisa kita dapatkan setelah melewati proses yang sangat berat. Kayak yang kamu alami sekarang!” lanjut Khalila lagi.

“Kamu bijak banget?” sahut Raka sembari tersenyum. Ia benar-benar mendapat apa yang ia mau. Sebuah kekuatan baru untuk melanjutkan mimpinya.

“Percaya, deh, semuanya emang jalannya seperti ini. Harus ada yang dikorbankan. Tapi, sih, kalau kamu masih bisa lanjutin kuliah, mendingan di lanjutin aja,” ujar Khalila.

Raka menatap jalanan di depannya, ia menghela napas pelan, “Lihat nanti aja, deh. Aku butuh berpikir jernih!”

“Ya emang harus dipikirin dengan jernih. Jangan terlalu egois. Kamu hidup bukan untukmu saja, tapi untuk orang-orang lain di sekitarmu!”

Lihat selengkapnya