Rakhalila

Galih Aditya Mulyadi
Chapter #4

Khalila, apa kabar?

Beberapa minggu awal masa SMA telah Khalila lewati. Digoda sampai dikerjai senior telah ia alami. Kelucuan, kesedihan, kengerian selama masa orientasi full satu minggu telah dilewatinya. Dan dari semua senior yang meng-orietasi dirinya, hanya satu orang yang paling ia ingat, senior ini tidak sok galak agar dihormati seperti senior lainnya, senior ini pula yang menegur senior lainnya saat sikap senior itu sudah kelewatan terhadap adik kelasnya. Senior ini, senior yang paling jarang berinteraksi dengan siswa baru, interaksi dengan siswa baru hanya dilakukannya satu kali, saat ia memberi pidato sambutan untuk siswa-siswa baru di hari pertama orientasi.

Florencia Sagita namanya, kelas 3 IPA. Biasa disapa kak Gita oleh anak-anak lainnya. Ia ketua OSIS, konon Selain pintar dan berbakat di bidang musik, Gita yang terkenal karena kecerdasan akademiknya, juga bisa lancar berbicara dengan dua bahasa asing; bahasa Jerman, dan Inggris, begitu simpang siur yang Khalila dengar tentang Gita. Diam-diam Khalila pun kini mengagumi Gita, kagum akan keperibadiaan, kecerdasan dan tentunya kecantikannya. Gita memang secara absolut dikatakan cantik, favorit setiap murid laki-laki dan panutan setiap murid perempuan di sekolah. Ia juga siswi kesayangan guru-guru. Tanpa melebih-lebihkan, rasanya Gita memang memiliki hidup yang sempurna.

***

Khalila membaca lagi secarik kertas yang baru saja ia tulis, mengoreksi lagi tulisannya di atas kertas tersebut,Khalila mengangguk sendiri setelah dirasanya tidak ada lagi kesalahan dalam penulisannya. Itu adalah kertas pendaftaran ekstrakulikuler.

"Yuk Khal, ke ruang OSIS!" ajak Indah, teman sebangkunya yang juga baru selesai mengisi formulir pendaftaran ekstrakulikuler.

Khalila hanya mengangguk dan bangkit dari bangkunya, berjalan beriringan dengan Indah.

"Kamu ngambil ekskul tari?" tanya Indah

"Iya, hanya itu yang bisa aku lakukan dengan benar, hehe,"

Setelah melewati beberapa kelas dan ruang guru sampailah Khalila dan Indah di ruangan sekretariat ekstrakulilkuler, semua ekstrakulikuler menjadi satu di ruangan yang cukup luas ini, hanya dipisahkan sekat-sekat untuk mebedakan kegiatan ekstrakulikuler tersebut. Sudah tampak ramai siswa-siswa baru yang mendaftar ekstrakulikuler sesuai minat dan bakatnya masing-masing. Khalila dan Indah memisahkan diri, Khalila mengambil barisan di antrean ekstrakulikuler seni, sementara Indah di karya ilmiah.

Cukup lama Khalila mengantri, karena memang ekskul seni adalah ekskul yang paling banyak peminatnya diantara ekskul lainnya. Setelah mengumpul formulir dan di data oleh panitia, Khalila segera melepaskan diri dari antrian yang tampak menjubel. Memang ruangan tersebut kurang memadai dalam situasi seperti ini, Khalila segera berlalu meninggalkan ruangan, ia tampak kegerahan, ia meniup niup ke arah lehernya sembari menggerakkan kerah baju seragamnya maju mundur, rambut panjangnya membuat ia lebih kegerahan berkali-kali lipat dari kebanyakan orang di ruangan ini.

"Bruak"

Khalila menabrak seseorang, beberapa dokumen yang dibawa orang tersebut berhamburan di lantai,

"Maaaf, kak?" Khalila segera memunguti dokumen yang berserakan itu

"Iya, nggak apa-apa, lain kali hati-hatiya, dik!" ujar seseorang yang tertabrak Khalila, ramah, ia seorang wanita.

Khalila kini menatap wajah orang yang ditabraknya barusan, ternyata seseorang yang diam-diam dikaguminya sejak pertama kali masuk di sekolah ini.

"Kak Gita?"

Gita yang ditabrak Khalila barusan merespon dengan senyumnya

"Kamu kelas satu? Daftar ekskul apa?" tanya Gita

"Seni, kak."

"Oh, berarti kita di ekskul yang sama."

"Maksud kakak?"

"Aku juga di seni, cuma aku di divisi musik."

"Wah, kebetulan ya, kak?"

Gita tersenyum pada Khalila, dua gadis cantik itu saling tersenyum, "Well, see you again, Khalila Anjani Putri!" ujar Gita sembari membaca nama kecil yang tertulis di seragam Khalila.

"Iya, kak." jawab Khalila singkat

Gita berlalu dari hadapannya, berjalan ke sekretariat seni tempatnya tadi mengantri, ia tampak berbicara dengan salah seorang panitia. Khalila mengamati kakak kelas idolanya itu, selalu mempesona walau apapun yang ia lakukan.

"Gita memang sempurna," batinnya.

***

"Khalila!" Indah tampak ceria hari itu, ia berlari kecil ke arah Khalila, yang sedang duduk santai menunggunya di taman sekolah sembari menikmati jus jeruk. Dibawah pohon besar legendaris di sekolah ini. Sebenarnya ini adalah Pohon Trembesi, namun murid-murid menamainya Pohon Cinta, tempat favorit untuk menyatakan cinta di sekolah ini. Sejak awal sekolah ini bediri, pohon ini sudah tumbuh kokoh, usia pohon ini lebih tua dari siapapun yang ada di sekolah ini, kini.Indah duduk disamping Khalila, wajahnya tampak ceria sehabis ia membeli somay di depan sekolah tadi.

"Khal, tahu nggak sih, Khal? Tahu nggak sih?" ujar Indah, sumringah tidak jelas.

"Tahu apa? Kamu nggak ngasih tahu?" Khalila bingung.

"Tadi, kak Bintang, Khal! kak Bintang!" Indah tampak antusias membicarakan senior kelas dua itu.

"Kenapa kak Bintang?"

"Dia.., tadi dia senyum sama aku pas aku beli somay!"

"Hadeeh..," Khalila menggeleng-gelengkan kepalanya

"Ih, Khal! Aku seneng banget!" Indah begitu antusiasnya.

"Inget, Ndah, kamu itu cuma disenyumin, bukan di gandeng tangannya terus dia berlutut di depanmu sambil bilang, "Indah, kamu mau jadi pacarku?" ujar Khalila sembari meniru gaya bicara pria saat menyatakan cinta. Tanpa Khalila sadari, ia pun pernah mengalami momen seperti Indah, bahkan lebih buruk, saat Raka memarahinya karena ia menabrak motornya.

"Tapi cuma aku yang disenyumin!" Indah masih antusias

"Ya, ya, ya!" Khalila tampak tak bersemangat lagi membahasnya, hal itu langsung membuat wajah Indah cemberut kepadanya.

Tidak ada obrolan untuk beberpa saat, Indah masih sibuk dengan bunga-bunga di hatinya karena senyum Bintang, pria idolanya di sekolah. Sementara Khalila memandang ke arah lapangan basket tak jauh dari tempatnya, melihat keseruan anak-anak yang bermain basket di jam istirahat itu, semuanya terbayang lagi.

Khalila masih menimati jejak Raka di lapangan itu, tawanya, keluhnya sampai suara drible bolanya masih terbayang, mengapung tak berlalu dari lautan pikiran Khalila. Rindu itu mengusik lagi, rindu yang tak tahu waktu, rindu yang tak pernah memberi isyarat kapan akan datang, rindu yang tak pernah sampai, rindu yang berjalan hanya sepihak, rindu yang belum menemui ujungnya.

"Ah! Hentikan! Raka, aku ingin melihatmu lagi," jeritan hati Khalila yang tersayat rindu.

"Khal, kamu pernah nggak sih, jatuh cinta?" tanya Indah, membuyarkan lamunan Khalila tentang Raka

"Hah, apa?"

"Jatuh cinta, Khal! Jatuh cinta! Jatuh yang paling manis!"

"Jatuh cinta? Nggak tahu, tapi aku pernah suka aja sama orang, apa itu yang namanya jatuh cinta?" jawab Khalila

"Apa sekarang kamu masih mikirin orang itu?"

Khalila berpikir sejenak, merenung kembali tentang Raka, tentang perasaannya, apa hanya sebatas suka atau jatuh cinta, ah, entahlah! Khalila sendiri belum mengerti tentang jatuh cinta.

"Khal?"

"Teeeet...teet..," bel jam istirahat berakhir berbunyi, seluruh murid harus kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran mereka, semua murid dari semua penjuru arah tampak berjalan menuju kelasnya masing-masing.

Lihat selengkapnya