Terjejer rapi deretan foto Khalila bersama seorang pria gagah berambut cepak dengan pakaian seragam polisi. Khalila tersenyum ke arah kamera, begitupun pria di sampingnya .Pria itu adalah pacarnya, Revan.
"I love you too, sayang." ujar Revan dengan mesra di ujung telepon. Tidak lama telepon terputus.
Khalila melihat weker merah berbentuk apel di kamarnya, sudah mendekati pukul sebelas malam. Kemudian ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke depan meja riasnya, meninggalkan boneka Teddy Bear besar yang di gunakannya sebagai bantal saat mengobrol di telepon dengan Revan barusan. Rambut panjangnya ia ikat kebelakang sehingga kini sempurna tampak wajah oval Khalila. Ia mengambil sebuah krim wajah dari laci meja riasnya, dioleskannya di beberapa titik di wajahnya. Lantas Khalila memandang bayang dirinya di cermin, terlihat boneka Teddy Bear besar di atas tempat tidurnya dari pantulan cermin. Khalila selalu teringat Revan saat melihat boneka beruang lucu tersebut, senyumnya selalu mengembang bila mengingat tentang boneka itu. Hal itersebut mengingatkannya pada saat pertama kali Revan menyatakan cinta untuknya. Revan membawa boneka besar itu saat menyatakan cinta pada Khalila hampir setahun yang lalu. Setelah itu Revan menunggu jawaban cinta dari Khalila sampai berbulan-bulan lamanya. Hingga akhirnya Khalila menerimanya tepat di lima bulan penantian Revan. Khalila menerima Revan agar ia lekas lepas dari luka masa lalunya. Luka karena cinta pertamanya yang ternyata telah dimiliki orang lain. Bisa dibiling awalnya, Revan adalah pelarian perasaan Khalila.
Mereka berpacaran dengan ritme pacaran yang bisa terbilang sangat minim quality time berdua. Revan tinggal di asrama tempatnya menuntut ilmu, hanya pulang dua hari dalam sebulan, terus begitu sampai pendidikannya selesai nanti.
Sementara Khalila, ia termasuk mahasiswa yang aktif. Selain disibukkan dengan kuliahnya, ia pun aktif di unit kegiatan seni di kampusnya dan menjabat sebagai koordinator divisi tari. Ia juga kini menjadi pelatih tari di sanggar tari tempatnya belajar menari sedari ia kecil, Sanggar Tari Srikandi.
Kesibukan pasangan kekasih ini membuat komunikasi intens mereka terjalin hanya saat mendekati tengah malam seperti sekarang, itupun paling lama hanya berlangsung selama satu jam karena ketatnya peraturan di asrama polisi Revan.
Khalila kini merebahkan tubuhnya di kasur, tempat ternyaman di dunia baginya. Matanya belum langsung terpejam, ia memandang langit-langit kamarnya, membayangkan hal-hal yang telah terjadi di hidupnya. Hal besar maupun hal kecil, semuanya membentuk gumpalan ingatan yang berlalu lalang secara ilusif di depan depan mata Khalila. Perlahan kantuk mulai menyergap, ingatan-ingatan tersebut semakin memudar seiring kesadaran yang semakin menghilang.
Sebesit bayangan usil melintas tanpa permisi, bagai blitz kamera yang datang begitu cepat. Menghantam fragmen-fragmen ingatan Khalila beberapa waktu belakangan ini, meniadakan semua dan menarik ingatan Khalila pada sebuah masa lalu. Terdengar lagi dentuman bola basket, drible, dan deru napas yang terengah, perlahan suara-suara itu menampakkan sebuah dimensi yang tidak asing bagi Khalila, lapangan basket sekolah. Khalila melihat sesosok pria berdiri di tengah lapangan basket, berdiri menatapnya, bola basketnya ia biarkan menggelinding bebas tak ia hiraukan. Khalila tercekat.
"Raka?"
Matanya terbuka lagi, kesadarannya kembali utuh, kantuknya menghilang. Terbesit kesenduan dari raut wajah Khalila setelah terbayang Raka barusan, kejadian tadi siang terbayang lagi.
Adakah yang lebih pilu selain teringat sebuah cinta yang tidak pernah sampai? Bertahun-tahun mencoba melupakan dan kini cinta itu hadir lagi, menampakkan dirinya secara utuh dan menyapanya kembali. Menyapa dengan manis, meninggalkan sebuah kesan. Kesan yang mendalam. Membangunkan hasrat cinta yang telah lama tertidur, dan...
"Ah, Raka! Kenapa aku harus ketemu kamu lagi?" Khalila meracau sendiri dalam hatinya.
Khalila bangkit lagi dari tidurnya untuk kedua kali. Menatap bayang dirinya di cermin meja rias yang berhadapan dengan tempat tidurnya. Ia menghela napas, hasrat cintanya pada Raka memang masih ada dan kini semuanya semakin menjadi tidak mungkin. Ada Revan yang telah menjadi kekasihnya.