Rama's Story : Gita Chapter 4 - Flight 411

Cancan Ramadhan
Chapter #8

Chapter 7 - Aksi Para Teroris

“Apa kamu merasakannya ?” tanya Daril. “Sepertinya turbulence nya makin kencang.”

Hendrik mengangguk, “Sepertinya cuaca masih buruk..”

“O iya sepertinya kita harus menyalakan indicator pemasangan seatbelt pada para penumpang.”

Hendrik tidak menjawab, dia hanya mengangguk sambil melihat jam tangannya.

“Tiga puluh kali..” kata Daril.

“Eh apanya ?” tanya Hendrik.

“Kamu, tiga puluh kali melihat jam tanganmu sejak kita take off..” jawab Daril. “Apa kamu ini ada janji kencan ? Ko sepertinya buru-buru.”

Hendrik tertawa, “Iya, saya menunggu saat yang tepat dan saya rasa sekarang saat yang tepat..”

“Tepat untuk apa ?” tanya Daril lagi.

Hendrik mengeluarkan sebuah pulpen dari sakunya, dan dengan cepat menusukkan ujungnya pada tangan Daril.

“Hei.. Apa yang kamu lakukan sih ?” tukas Daril sambil menggosok tangan kirinya yang terkena ujung pulpen.

“Mengirim anda ke neraka..” jawab Daril. 

Mulut Daril tiba-tiba mengeluarkan busa, badannya menjadi kejang, Hendrik memasang tombol auto pilot lalu berdiri dan membuka pintu kokpit, pramugari berambut cepak segera masuk dan mengunci pintu kokpit.

“Apa kamu sudah menandai yang mana orangnya ?” tanya Hendrik.

“Iya..” jawab pramugari itu. “Kursi nomor 28 C..”

“Ok. Waktu kita tiga menit.” kata Hendrik sambil mencocokkan stopwatch nya dengan pramugari berambut cepak.

“Nyalakan dulu kodenya sekarang.” potong si pramugari.

Hendrik menekan tombol pasang sabuk pengaman sebanyak tiga kali, sehingga indicator lampu penanda sabuk pengaman di atas masing-masing kursi penumpang berkedip tiga kali.

Setelah itu Hendrik keluar dari kokpit, memberi tanda pada beberapa orang yang ada di kursi kelas ekonomi, tiga orang yang berbeda kursi kini berdiri dan berjalan mengikuti Hendrik. Mereka berjalan melewati kursi Gita, tapi Gita masih tertidur dengan menggunakan penutup mata dan headset di telinganya.

Empat orang itu berjalan ke arah belakang pesawat, menuju kursi 28 C. Penumpang yang duduk di kursi itu adalah pria yang berusia sekitar tiga puluh tahunan, rambutnya gondrong tapi dikuncir rapi, berkumis tipis dan bermata tajam. Pria itu melirik ke arah Hendrik dan beberapa orang yang menghampirinya. Dan dia menyadari ada yang tidak beres, sehingga dia berdiri dan hendak mengeluarkan sesuatu namun Hendrik lebih cepat mencegahnya dan memukulnya dengan keras.

Lihat selengkapnya