Laut Cina Selatan – 10.00 PM
Gita tampak masih terombang-ambing di tengah lautan, dengan menggunakan jaket pelampung, lampu pelampungnya menyala berkelip-kelip. Matanya terpejam, tangan kanannya menggenggam pistol, dia terombang ambing dekat dengan kepingan-kepingan pesawat yang berantakan di sekitarnya.
Tidak lama kemudian matanya terbuka, dia membalikkan badan dan berenang ke salah satu pecahan sayap pesawat lalu menaikinya. Tubuhnya gemetar kedinginan, sejauh matanya memandang, hanya laut yang terlihat, langit sangat gelap bahkan tidak terlihat bulan ataupun bintang. Dia melihat jam tangannya sejenak.
“Dingin sekali..” katanya sambil mengatupkan bibir karena kedinginan. “Hampir dua jam aku pingsan.. Aku bisa mati kalo kelamaan di dalam air..”
Tiba-tiba terdengar suara deru perahu motor, Gita langsung waspada dan memicingkan matanya untuk melihat siapa yang datang.
“Sial.. Mereka datang !” umpatnya.
Gita perlahan masuk kembali ke dalam air sambil berlindung di balik kepingan sayap pesawat itu. Sementara itu di dalam perahu motor ada lima orang yang semuanya membawa senjata otomatis.
“Dimana rubah betina itu ?” cetus salah satu orang yang tidak lain adalah si botak. “Seharusnya dia ada disekitar sini..”
“Mungkin dia sudah mati akibat ledakan tadi..” sahut salah satu temannya.
“Mungkin, tapi kita harus bisa memastikan kematiannya.. setidaknya menemukan tubuhnya.. agar bos kita bisa yakin..”
“Tapi dalam kegelapan seperti ini, kita akan sangat sulit melacaknya”
“Jangan pesimis, aku yakin dia ada di sekitar sini.. dia pasti selamat, mungkin saat ini kedinginan dan pingsan”
Kapal motor itu semakin mendekat, Gita perlahan melepas jaket pelampungnya agar dia bisa menyelam, dia lalu mencabut sumbat baterai lampunya agar tidak berkelap kelip. Kapal motor itu kini makin dekat dengan posisinya. Gita menenggelamkan diri hingga hanya matanya yang terlihat.
“Ambil lampu sorot..!” perintah si botak.
Anak buahnya langsung mengambil sebuah lampu dan menyalakannya, cahayanya menyapu semua tempat di sekitar puing pesawat Fly Pattaya.
“Kenapa dia bisa menguasai pesawat ya ?” tanya salah satu teroris. “Bukankah ada team kita dan Red Spider di situ ?”
“Bukan itu yang bikin aku penasaran..” tukas si botak. “Bagaimana dia bisa kabur dari bunker itu.”
Jarak perahu si botak dengan Gita kini hanya tersisa sekitar lima meter. Gita masih menggunakan salah satu puing badan pesawat untuk berlindung. Kini dia membidikkan pistolnya pada lima orang di kapal itu.
Dor ! Dor ! Dor ! Dor ! Dor !
Gita menembak lima orang itu dengan cepat dan tepat sasaran sebelum mereka menyadarinya. Lima orang teroris itu tewas seketika. Gita berenang perlahan lalu menaiki perahu itu. Dia memeriksa nadi para teroris itu untuk memastikan mereka telah tewas. Setelah itu Gita membuang mayat lima orang itu ke laut dan mengumpulkan senjata otomatis mereka.
“Aku harus cepat kembali ke pulau itu..” gumam Gita.
Dengan cepat Gita memutar perahu boat itu dan melaju menuju pulau tempat sarang Red Spider. Sambil mengemudikan perahu, Gita mencoba mencari alat komunikasi di sekitarnya, namun tidak ada hasilnya. Tidak lama kemudian pulau yang ditujunya mulai terlihat. Beberapa lampu sorot tampak menyala di pulau ini, menerangi landasan pacu buatan, dan pesawat Cendrawasih Air sudah terlihat dalam posisi untuk berangkat. Gita memutar perahu boat nya ke arah sisi pulau yang banyak di tumbuhi semak dan pepohonan, lalu melangkah memasuki pulau.