Rama's Story : Gita Chapter 4 - Flight 411

Cancan Ramadhan
Chapter #19

Chapter 18 - Satu Lawan Delapan

“Sepertinya ada yang tidak beres dibawah..” kata Hendrik pada Indi. “Mereka pergi terlalu lama, coba kamu cek ke bawah.”

Indi mengangguk, dia lalu memanggil seorang teroris yang brewokan dengan rambut ikal. Mereka berdua memasuki kabin pilot dan turun ke bagasi melalui lubang palka. Indi membidikkan senjatanya dengan waspada, si brewok mengikutinya dari belakang. Kedua orang itu tiba di tempat yang sebelumnya Edo tewas, rembesan darah terlihat di lantai bagasi tapi warnanya tidak jelas karena lantai bagasi berwarna coklat. Indi mencolek rembesan darah lalu menciumnya.

“Ini darah..” katanya lirih. “Memang ada yang tidak beres, sepertinya ada tikus berkeliaran disini”.

Belum sempat Indi dan si Brewok bergerak, Gita muncul dan menyemprotkan APAR pada kedua teroris itu. Seketika keduanya tidak bisa melihat, tanpa ragu Gita menghantamkan APAR pada kepala Indi yang langsung roboh pingsan. Gita kembali memukulkan APAR pada si Brewok tapi meleset sedikit dan hanya mengenai pelipisnya. 

Si brewok terbatuk – batuk tapi Gita tidak berhenti menyerang, dia melemparkan APAR itu ke badan si Brewok lalu langsung menendang dadanya. Si brewok terlempar membentur dinding pesawat dan senjatanya terlepas.

“Bangsaaattt !!!” seru si botak sambil menyerang Gita.

Si brewok menyeruduk Gita lalu mengunci pinggangnya dan menekannya dengan keras. Gita tidak bisa bernafas, si Brewok mengangkatnya sambil terus menekan pinggangnya.

“Akan aku patahkan punggungmu !” seru si brewok sambil terus mendorong Gita hingga menabrak dinding, pisaunya pun terjatuh.

Gita mencoba melepaskan cengkeraman tangan si brewok di pinggangnya tapi tidak bisa. Akhirnya dia memukul kedua telinga si brewok kemudian menekan kedua matanya.

Si brewok berteriak, cengkeramannya melonggar. Gita menggunakan kakinya menjejak dinding di belakangnya yang digunakan sebagai tumpuan untuk daya dorong. Kini posisi si brewok yang terdorong hingga keduanya jatuh berdebam, Gita menggunakan lututnya menghantam selangkangan si brewok hingga tersedak dan mengerang kesakitan. 

Gita berusaha berdiri namun si brewok menjegal kakinya dan membuatnya terjatuh, tanpa ragu si brewok melilitkan tali yang menjulur dari ikatan tumpukan koper, membuat Gita tidak bisa bernafas. 

“Mati kamu, jalang !” umpat si brewok.

Si brewok masih berbaring dengan Gita di depannya, tali yang ada di leher Gita di tariknya dengan keras membuat Gita megap megap tidak bisa bernafas. Tangan Gita mencoba mencari sesuatu di sekitarnya untuk melawan, dan menemukan pisaunya yang sempat terjatuh saat dia berduel tadi. Tanpa ragu dia menusukkan pisaunya ke paha si brewok hingga membuatnya menjerit.

Gita memutar pisau yang tengah menancap di paha si brewok membuat teroris itu semakin kesakitan hingga akhirnya jeratan tali di lehernya longgar. Dengan cepat Gita bangun dan mencabut pisau dari paha si brewok lalu menghujamkannya di kepala teroris berbadan besar itu, tepatnya di atas telinga hingga hanya gagang pisau yang terlihat menempel. Seluruh mata pisau sudah menembus kepala si brewok yang seketika tewas sambil melotot.

Gita masih duduk di atas badan si brewok, dia memegangi lehernya yang tadi dijerat tali, sambil mengatur nafasnya. Setelah merasakan sudah enakan, Gita berjalan menghampiri Indi yang masih pingsan akibat dipukul APAR. Kepala Indi memar dan sobek mengeluarkan darah tapi masih hidup hanya pingsan.

“Jangan mati dulu !” kata Gita seolah Indi masih sadar. “Banyak yang ingin aku tanyakan padamu.”

Gita menggeledah rompi milik si brewok dan menemukan kabel tis yang langsung dipakai untuk mengikat tangan dan kaki Indi. Setelah itu dia menyeret Indi ke dinding pesawat dan menyandarkannya disitu.

“6 lagi..” gumam Gita. “Harus pimpinannya dulu yang di taklukan sekarang.”

Gita mengambil pistolnya lalu berjalan ke arah ujung depan pesawat. Dia melihat tangga ke arah kabin pilot dimana tadi Edo, Paul, Indi, dan si brewok turun dari kabin penumpang ke bagasi. Dengan cekatan dia menaiki tangga itu dan membuka perlahan tutupnya. Matanya mengawasi ruangan kabin pilot, dia melihat Hendrik duduk di kursi kemudi sedang berbicara dengan seorang teroris berambut cepak dan menggunakan anting ditelinga kirinya.

Lihat selengkapnya