Rama's Story : Gita Chapter 4 - Flight 411

Cancan Ramadhan
Chapter #20

Chapter 19 - 8000 Feet

“Coba saja, aku tidak akan jawab !” tukas Indi ketus.

Gita tidak peduli, dia tetap menatap Indi lalu menunjukkan alat yang dipegang Hendrik tadi.

“Ini detonator..” kata Gita. “Tapi sudah diaktifkan oleh Hendrik, itu sebabnya aku memberi hadiah peluru di kepala dan jantungnya. Sekarang katakan padaku dimana Bom ini diletakkan ?”

“Aku lebih baik mati daripada memberimu informasi !” tukas Indi lagi.

Gita lalu mengeluarkan pistolnya, membuat Indi menelan ludah lalu kembali menantang Gita.

“Ayo.. tembak saja aku ! Bunuh aku ! Dan aku jamin kalian menyusul dengan ledakan yang dahsyat.!”

“Siapa yang bilang mau membunuhmu ?” tanya Gita.

Gita mengarahkan pistolnya ke paha kanan Indi, dan..

Dor !

Dia melepaskan tembakan ke paha Indi, membuat Indi berteriak kesakitan, para penumpang ada yang menutup telinga atau mata karena tidak tahan melihatnya.

Fuck you !” teriak Indi. “Tembak saja terus ! Aku tidak akan bicara !”

Gita mengangguk, “Ok, as you wish !”

Dor !

Sekali lagi Gita melepaskan tembakan ke paha Indi, sekitar dua senti dari luka tembakan sebelumnya. Ini membuat Indi kembali menjerit kesakitan. 

“Sekali lagi kamu tidak mau menjawab, aku akan menembak tempurung lututmu, kamu akan cacat seumur hidup tidak bisa berjalan.” kata Gita sambil memeriksa magasin pistolnya. “Sekarang katakan padaku dimana bom nya ?”

Indi masih terdiam seolah dia mempertimbangkan apa yang harus dilakukannya, dan kemudian Gita meletakkan ujung pistolnya di tempurung lututnya.

“Ok ! Ok !” teriak Indi. “Bom itu ada di toilet di bagian belakang pesawat.”

Gita meminta David untuk memeriksa apa yang dikatakan Indi dan benar saja, beberapa saat kemudian David datang dengan sebuah koper yang terbuka. Sebuah bom dengan bahan C4 ada di dalamnya. Timer waktu menunjukkan 15 menit lagi. Gita langsung menyesuaikan stop watch di jam tangannya dengan waktu di timer pada bom tersebut.

“Apa kamu bisa menjinakkan bom ini ?” tanya Yuli.

Gita menggeleng, dan seketika semua penumpang di situ berkeluh kesah seolah nasib mereka akan berakhir di atas pesawat itu.

“Jadi apa rencanamu ?” tanya David.

“Kita ada di ketinggian 30.000 kaki, kalo bom meledak disini, kita akan hancur berkeping keping karena pengaruh tekanan udara..” jawab Gita. “Kita akan turun sampai ketinggian 8.000 kaki, tekanan udara lebih stabil, kita taruh bom di pintu belakang, menahan dengan semua barang yang ada, memastikan arah ledakan ke luar. Kita punya kesempatan untuk bertahan.”

“Jadi maksudmu membiarkan bom itu meledakkan pesawat ini ?” tanya salah satu penumpang.

“Kita tidak punya pilihan..” jawab Gita. “Di ketinggian 8.000 kaki, tekanan udara lebih stabil, ledakan tidak akan berpengaruh besar, kita punya harapan hidup.”

“Itu benar !” sambung David. “Itu adalah prosedur ketika ada ancaman bom dalam pesawat, kita harus turun sampai 8.000 kaki.”

“Kita tidak punya pilot, dan kita punya masalah bom, kita pasti akan mati disini..” kata Raymond. 

Plak !

Lihat selengkapnya