PROLOG
Tretes – Jawa Timur
Mobil Mercedes milik Kirana melaju perlahan di jalanan kawasan wisata Tretes. Mobil itu terbuka di bagian atasnya sehingga udara sejuk Tretes bisa di rasakan langsung oleh Kirana dan Bunga. Kirana yang memiliki paras wajah cantik bak bidadari, semakin cantik dengan kaca mata hitam yang dipakainya. Rambut panjangnya yang berwarna hitam di hiasi beberapa helai yang berwarna ungu, terurai oleh angin sepoi-sepoi, sementara Bunga tampak menikmati pemandangan di sekitarnya.
“Apa desa Melati Putih masih jauh ?” tanya Kirana.
“Tidak.. sebentar lagi sampai.” jawab Bunga. “Tapi kita tidak bisa masuk ke sana dengan mobil, nanti mobilmu kita titipkan di rumah salah satu tetua desa sini, aman ko, kamu tidak perlu khawatir.”
Kirana mengangguk, mobilnya terus melaju hingga akhirnya jalannya berbelok tajam ke kiri, dan kini mobilnya memasuki jalanan yang tidak terlalu lebar. Rumah penduduk juga mulai jarang dan jarak antara rumah cukup jauh.
“Itu rumah yang di cat hijau itu milik tetua desa yang tadi aku ceritain. Namanya Ki Braga..” kata Bunga.
Mobil Kirana pun memasuki halaman rumah besar berwarna hijau itu, dan berhenti di dekat deretan tanaman yang disusun rapi. Kedua wanita itu turun, lalu sosok pria dengan rambut putih beruban dan mengenakan kaos putih serta sarung, keluar dari rumah hijau itu. Bunga menyapa dengan ramah lalu menyalami pria itu.
“Ki Braga, sehat ?” sapa Bunga dengan ramah.
“Alhamdulillah sehat..” jawab Ki Braga. “Bagaimana kabar Ayahmu ?”
“Ayah sehat dan baik-baik saja. O iya Ki. Ini Kirana..”
Bunga memperkenalkan Kirana yang langsung menjabat tangan Ki Braga.
“Kirana ini calon istrinya Rama..” lanjut Bunga sambil mengedipkan mata pada Kirana.
Kirana terkejut, namun Bunga tetap tersenyum menggoda.
“O ya ?” tanya Ki Braga. “Calon istrinya Rama..? Wah akhirnya, kamu cocok nak, kamu cantik sekali seperti bidadari..”
“Ah Ki Braga ini bisa aja..” tukas Kirana tersipu malu.
“Lalu kalian ini mau ngapain kesini ?” tanya Ki Braga.
“Anu ki.. ini Kirana ingin mengunjungi tempat-tempat yang sering dikunjungi Rama di desa melati putih..”
Ki Braga menggeleng, “Situasi saat ini tidak bagus untuk kalian ke sana.”
“Ayah juga bilang hal yang sama.” sambung Bunga. “Tapi sepertinya Kirana tidak peduli, dia hanya ingin mendalami masa lalu kekasihnya.”
“Apaan sih, malu tau..” cetus Kirana.
“Duduklah, minum teh dulu.” kata Ki Braga sambil mempersilahkan kedua tamunya untuk duduk di kursi teras rumahnya yang terbuat dari kayu jati.
Kedua wanita itu duduk di kursi yang di sediakan, sementara itu Ki Braga masuk ke rumah dan tidak lama dia keluar membawa teko dan tiga gelas, lalu menuangkan teh ke masing-masing gelas.
“Sebenarnya apa yang terjadi ?” tanya Kirana. “Semua orang melarangku ke melati putih tanpa memberitahu alasan yang sebenarnya.”
Ki Braga menghela nafasnya sejenak, lalu mulai bercerita.
“Dulu desa Melati Putih itu, desa yang indah. Udaranya sejuk dan pemandangan hijaunya sangat luar biasa. Tapi dua tahun terakhir ini, suasana di desa itu berubah, itu terjadi sejak kedatangan seseorang yang di juluki “Pangeran Cinta”..”
“Hah ?” Kirana terkejut. “Pangeran Cinta ?”
“Iya..” Ki Braga mengangguk. “Dia ini mampu membuat wanita manapun jatuh cinta kepadanya, dia bahkan mampu membuat pemuda desa lainnya iri dengan kemampuannya tersebut. Itu sebabnya saya paham kenapa semua orang termasuk Guru Besar Fatahillah melarangmu ke desa itu.”