Rama's Story : Kirana - Bittersweet Symphony

Cancan Ramadhan
Chapter #26

Chapter 25 - Bittersweet Symphony

CHAPTER 25

BITTERSWEET SYMPHONY


Semua penduduk desa tampak berada di dekat makam, Kirana terlihat mengenakan jaket panjangnya. Rambutnya di gerai dengan warna ungu di beberapa helainya. Dari balik kaca mata hitamnya, terlihat air matanya terus menetes. Dini yang berada di sebelahnya, tampak membelai lengan Kirana.

“Yang sabar ya kak Kirana..” kata Dini. “Aku paham perasaan kakak..”

“Dia adalah yang terbaik..” jawab Kirana sambil terisak. “Dia adalah segalanya bagiku, dia cinta pertama dan terakhirku..”

Kirana lalu berlutut dan memegang nisan Rama lalu menangis di atasnya.

“Aku tidak ingin lagi menjalani hidup ini.. berat rasanya menjalani hidup ini tanpa ada kamu lagi..” katanya sambil menangis. “Aku tidak mau melewati hari tanpamu.. aku tidak mau terbangun sendiri.. aku tidak ingin menua tanpamu..”

Satu persatu penduduk desa memegang pundak Kirana untuk berpamitan dan memintanya agar sabar. Dan setelah semua penduduk pergi, hanya tinggal Kirana, Jaka, Dini, dan dokter Hendrawan yang ada di situ.

“Kirana.. Kamu harus ikhlas..” kata Dokter Hendrawan. “Rama sudah tenang, kamu harus tetap menjalani hidup.. Kamu harus tetap semangat. Aku rasa Rama tidak akan suka melihat kamu terus bersedih..”

“Itu benar Kirana..” timpal Jaka. “Rama akan sedih bila melihatmu seperti ini, kamu harus ikhlas, tabah, dan tetap semangat.

“Iya Kak Kirana..” Dini juga menimpali. “Lebih baik kita pulang dulu kak..”

“Kalian pulanglah duluan..” sahut Kirana. “Aku masih ingin disini..”

Jaka lalu mendorong kursi roda adiknya dan meninggalkan Kirana, setelah itu dokter Hendrawan ikut berpamitan. Kini tinggal Kirana sendiri yang ada di makam.

“Kenapa ?” gumamnya lirih. “Kenapa tinggalkan aku..? Kamu berjanji untuk menikahi aku..”

Kirana tidak berhenti menangis, hatinya begitu hancur, dia mengingat semua masa indah saat bersama Rama, dia ingat bagaimana pertemuan pertama mereka saat sama-sama Jogging di komplek perumahan Rama, dia ingat berkuda sambil memanah bersama Rama, lalu ingat ketika dia merawat Rama saat peristiwa serangan Van Vossen dan kelompoknya, dia ingat bagaimana mengembalikan pengelihatan Rama kembali. Kirana tidak bisa menghentikan tangisnya, sementara hujan mulai turun rintik-rintik.

“Aku tidak akan meninggalkanmu sendiri disini.. Aku akan menepati janjiku.. Kita akan tetap bersama sehidup semati..”

Tidak lama kemudian, hujan semakin deras, Kirana tidak beranjak dari tempatnya, dia tetap menangis di nisan Rama. Dia sama sekali tidak peduli guyuran hujan, bahkan angin mulai berhembus lebih kencang. Tidak lama kemudian, Kirana merasa bahwa dirinya tidak lagi kehujanan, dia menoleh dan melihat Jaka sudah ada di sampingnya dengan membawa payung yang terbuka lebar sehingga menghindarkan mereka berdua dari hujan.

“Kenapa kamu kembali ?” tanya Kirana.

“Kamu tidak boleh seperti ini Kirana.. kamu bisa sakit..” jawab Jaka. “Ayo kita pulang, sudah mulai hujan angin disini..”

“Aku ngga peduli, Jaka.. Aku ingin tetap disini, tidur disini..”

Lihat selengkapnya