Rama's Story : Mey Ling - Dark Castle

Cancan Ramadhan
Chapter #2

Chapter 1 - Senja Di Yogya

Sore hari, keesokan harinya…

Mey tampak berjalan dengan santai di Malioboro, dia menikmati udara senja di Yogya, sebuah kamera jenis SLR tampak menggantung di lehernya. Tidak jarang Mey memotret suasana disitu. Mey seorang yang suka nge blog dan nge vlog, dia banyak mengeksplorasi tempat-tempat yang menarik dan klasik. Mey anak seorang konglomerat, namun kedua orang tuanya sudah meninggal, Mey adalah pewaris tunggal kerajaan bisnis ayahnya, namun dia menyerahkan semua urusan pada Pak Harun yang merupakan orang kepercayaan almarhum ayahnya. Mey sendiri lebih suka hidup sederhana dengan tinggal di apartemen yang biasa saja. Dia sangat mengagumi Rama, namun dia lebih suka melihat Rama dengan Gita, sang polwan yang cerdas dan menjadi pasangan sempurna bagi Rama saat ini. Rama, Gita, dan Mey mengikuti perguruan pencak silat yang sama. Gita bahkan mengajarkan Mey cara memanah, berkuda, dan skydiving.

Mey masih berjalan menikmati suasana Malioboro, lalu dia berhenti sejenak dan kemudian berjalan ke salah satu warung lesehan yang ada di situ. Dia memesan minuman wedang ronde, lalu duduk lesehan di sebuah meja kecil yang ada di sudut warung. Mey lalu melihat-lihat gambar dalam kameranya sambil tersenyum sendiri.

“Ndok.. Ayu tenan panjenengan.. (Dik.. Kamu cantik sekali)..”

Seorang wanita tua tampak mengelap meja Mey sambil memuji Mey dengan logat dan bahasa jawanya yang khas. Mey langsung tersenyum.

“Ah mboten bu.. Kulo mboten ayu.. (Ah ngga bu.. Saya ngga cantik)” jawab Mey sambil tersenyum simpul.

“Lho leres ndok.. Panjenengan ayu..(Lho beneran.. Kamu cantik)..” jawab ibu itu lagi sambil tersenyum. “Niku kalunge sae.. (itu kalungnya bagus..)”

Mey tersenyum dan memegang kalung pemberian Rama. Mey sangat menyukai hadiah dari Rama namun dia tidak ingin mencampur aduk persahabatan dengan rasa yang lebih untuk Rama, sebab dia juga sangat menghargai Gita, pacar Rama sejak SMA hingga kini.

“Nggih bu.. Niki hadiah saking.. saking.. (Iya bu.. Ini hadiah dari.. dari…)”

Mey tampak bingung meneruskan kata-katanya sendiri, karena dia sendiri kadang ragu mendefinisikan Rama sebagai sahabat, kakak, atau orang yang disukainya.

“Saking Pacar ..(Dari pacar) ?” goda si ibu.

Mey sejenak tampak ragu menjawab tapi akhirnya dia mengangguk dengan wajah tersipu.

“Panjenengan niki bade tindak pundi ? (Kamu ini mau pergi kemana ?)” tanya ibu itu lagi. “Ko mbeto brosur wisata magelang (ko bawa brosur wisata Magelang) ?”

“Bade ten Gunung Merapi (Mau ke gunung Merapi..)..” jawab Mey. “Panjenengan ngertos kastil Van Der Jonk (Ibu tahu tentang kastil Van Der Jonk) ?”

Ibu itu tiba-tiba berhenti mengelap meja dan menatap Mey dengan tatapan yang membingungkan. Lalu ibu itu pergi dan tidak menjawab pertanyaan Mey. Sejenak, Mey merasa heran namun dia mencoba cuek dan tidak lama kemudian seorang gadis seumuran dengan Mey, datang dan mengantarkan wedang Ronde pesanan Mey.

“Mbak..Maaf..” sapa Mey. “Mau nanya, ada tempat buat sewa motor ga deket sini..?”

“Ada Mbak..” jawab gadis penjual wedang ronde itu. “Tapi jam segini sudah tutup.. Letaknya dekat ko.. dua blok dari sini..”

“Ma kasih mbak..” jawab Mey. “Besok pagi aja saya kesitu..”

“Memang mbak ini mau kemana ?” tanya gadis penjual wedang ronde itu lagi.

“Ke kastil Van der jonk..” jawab Mey. “Di lereng gunung Merapi..”

“Mau ngapain ke situ mbak ?” gadis penjual itu tampak terkejut. “Tidak ada apa-apa di kastil itu.. Lagian di situ angker mbak..”

“Iya.. Saya dapet undangan ke situ…” jawab Mey. “Saya mau ngecek sendiri secara langsung biar ga penasaran…”

Gadis penjual wedang ronde itu semula tampak ragu dengan kata-kata Mey namun kemudian dia melihat kalung Mey dan tersenyum.

Lihat selengkapnya