Bel pulang sekolah berdering, dan semua siswa pun ramai keluar dari kelas untuk pulang ke rumah masing-masing. Rama tampak berjalan bersama Dion dan tengah berbincang seru hingga kemudian seseorang memanggilnya.
“Rama..”
Rama berhenti dan melihat Octa yang merupakan kakak kelasnya dan juga sebagai Ketua OSIS di situ, memanggilnya. Rama melambaikan tangannya kemudian meminta agar Dion pulang duluan, lalu Rama berjalan pelan menghampiri Octa yang berdiri di dekat lapangan basket. Octa mengenakan baju Pencak Silat berwarna hitam dengan sabuk kain berwarna putih melilit di pinggangnya.
“Mas Octa belum pulang ?” sapa Rama.
Octa tersenyum, “Aku baru selesai latihan Pencak Silat.. Dan kebetulan aku lihat kamu lewat, ada yang pingin aku omongin ke kamu.. Kamu buru-buru ? Atau kita bisa ngobrol ?”
“Bisa mas..” jawab Rama. “Saya senggang kok..”
Octa mengangguk lalu dia mengajak Rama duduk di sebuah bangku panjang yang ada di tepi lapangan Basket. Keduanya duduk di situ, dan Rama baru menyadari beberapa siswa yang mengenakan baju pencak silat berwarna hitam tampak bersiap untuk pulang. Mereka berbincang ringan di lapangan basket itu lalu berjalan keluar lapangan dan melambaikan tangan pada Octa dan Rama.
“Saya baru tahu kalo mas Octa ini jago Pencak Silat..” kata Rama. “Yang ngelatih mereka itu mas Octa ya ?”
“Jago ? Emang Ayam ?” kata Octa sambil tertawa. “Ya berbagi ilmu aja, Rama.. Bukan ngajarin, tapi sama-sama belajar..”
Rama manggut-manggut, “Lalu tadi Mas Octa mau ngomong apa ?”
“O iya..” Octa tersenyum kecil. “Gini.. Tadi ada undangan dari harian Mentari.. Mereka sedang membuat project untuk “reporter abu-abu” atau reporter SMA.. Dan SMA kita terpilih untuk mengirim dua wakilnya supaya bisa menjadi representasi atau reporter SMA.. Aku ingin kamu menjadi wakil SMA Trimurti di harian itu..”
“Saya ?” tanya Rama sedikit terkejut.
“Iya..” Octa mengangguk. “Kamu punya bakat jurnalis.. Kamu senang fotografi, dan kamu juga salah satu koresponden majalah remaja kan..”
“Lalu mas ? Apa saya harus tiap hari ke kantor harian Mentari itu ?” tanya Rama lagi.
Octa mengangkat bahunya, “Entahlah.. Aku juga tidak tahu detailnya.. Tapi menurutku mungkin hanya seminggu beberapa kali saja.. Sebab di harian itu, artikel yang nantinya khusus memuat berita tentang lingkungan pendidikan SMA itu hanya tayang setiap hari Rabu saja..”
Rama manggut-manggut, sepertinya dia berpikir tentang apa yang baru saja dibicarakan Octa, lalu Octa menepuk bahunya.
“Besok sebelum kamu masuk kelas, kita ketemu ya, di ruang OSIS, aku ingin briefing lebih detail.. Sekaligus mengenalkan kamu dengan partnermu nantinya..”
“Partner ?” tanya Rama.
“Iya.. Kan tadi aku bilang, akan ada 2 wakil dari SMA ini.. Kamu dan satu orang lagi.. Tapi udahlah ga papa.. Besok aja kita lanjut ngobrol.. Sekarang udah sore.. Kamu pulang aja dulu.. Kita ketemu besok siang..”
Rama mengangguk, lalu berdiri dan meninggalkan tempat itu, sementara Octa mengambil tas dan baju ganti yang dari tadi dibawanya, lalu berjalan menuju ruangan OSIS yang berada di ujung koridor lapangan basket.
*****
Siang itu, Rama berjalan menghampiri Ruangan OSIS untuk mencari Octa sesuai diskusi mereka sebelumnya agar hari ini bertemu untuk menindaklanjuti pembicaraan tentang undangan Jurnalistik dari harian Mentari. Tapi Rama benar-benar terkejut ketika dia melihat Maya ada di dalam ruangan OSIS bersama dengan Octa. Jantung Rama berdegup kencang, lututnya seperti lemas, dia benar-benar salah tingkah. Octa yang melihatnya datang, langsung menyapanya.
“Hai Rama.. Masuk yuk.. Tar keburu bel masuk untuk kelas kalian..”
“Iya mas..” jawab Rama.
Rama pun duduk di kursi di sebelah Maya. Rama menyapa Maya dengan senyuman dan Maya pun membalasnya dengan senyuman manis. Octa melirik kedua adik kelasnya itu sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
“Rama..” kata Octa. “Pasti kamu dah kenal ama Maya kan.. Nah Maya ini adalah pasangan kamu nantinya di Harian Mentari yang akan mewakili SMA kita..”
“Nice..” jawab Maya ramah. “Terus kita mesti ngapain aja kak ?”
“Seluruh wakil SMA terpilih, akan berkumpul untuk briefing.. Biasanya akan dibahas topik yang akan diangkat pada artikel setiap minggunya.. Dan hal hal lain yang mungkin di perlukan dalam peliputan berita..” jawab Octa. “Di undangan nya, briefing itu akan di adakan tiap malam minggu jam 7.30 sampai jam 9..”
“Ma.. Malam minggu ?” tanya Rama.
Octa mengangguk, “Iya Rama.. Kegiatan ini positif buat remaja.. Kalian jadi lebih ada kegiatan ketimbang keluyuran kan.. haha..”
Maya dan Rama mengangguk dan tertawa. Mereka berbincang sejenak, lalu kemudian Maya berpamitan untuk masuk ke kelasnya. Maya keluar dan kini tinggal Rama bersama Octa di ruang OSIS.