Rama's Story : Virgo Chapter 2 - Guardian Angel

Cancan Ramadhan
Chapter #3

Senandung Rindu

CHAPTER 3

SENANDUNG RINDU

Suasana malam itu cukup cerah di Singapore. Di kawasan Fullerton, tampak banyak orang yang berlalu lalang baik wisatawan, ataupun pegawai kantor yang bekerja di sekitar situ. Di sebuah koridor di Fullerton, tampak lima remaja yang melakukan kegiatan mengamen dengan memainkan music sambil menaruh sebuah kotak kecil di depan mereka untuk tempat para pengunjung yang lewat disitu memberikan uang mereka.

Lima orang pengamen itu terdiri dari dua remaja pria dan tiga remaja gadis. Masing-masing mereka memegang alat music. Satu pria menduduki sebuah kotak yang dipakai sebagi perkusi, dan satu pria lagi memegang gitar, satu perempuan memegang saxophone, satu lagi memegang marakas (alat music yang mengeluarkan bunyi desis bila di goyang-goyangkan), dan 1 perempuan lagi memegang gitar acoustic dan juga sebagai Vokalis, dan dialah Virgo..!

Rambutnya di kuncir, dia mengenakan baju casual dan jaket biru, dia menyanyi sambil memetik gitar acoustic yang di sandangnya. Teman-temannya belum memainkan alat music nya dan hanya diam karena menunggu lagu yang dinyanyikan Virgo mencapai reff nya.

Kini Cintaku telah kau bagi

Tak sanggup kuhadapi semua ini…

Ooohh…

Seketika kemudian teman-temannya mulai memainkan masing-masing alat music nya sehingga lagu yang sebelumnya slow menjadi seperti medley dan hal ini membuat para penonton yang melihat pun jadi kagum. Bahkan terlihat beberapa orang mulai menggerakkan kepala atau kakinya mengikuti irama music yang dimainkan para pengamen remaja ini. Ada juga beberapa orang yang mengabadikan dengan ponsel mereka.

Aku tak biasa bila tiada kau disisiku..

Aku tak biasa bila ku tak mendengar suaramu..

Aku tak biasa bila tak memeluk dirimu

Aku tak biasa bila ku tidur tanpa belaianmu..

Aku tak biasa…

Nyanyian Virgo seperti menyihir area disekitar tempat itu, irama lagu yang dipopulerkan almarhum Alda itu begitu indah dengan musik modern seperti seakan akan di remix.

Virgo mengulangi kembali reff lagu itu dengan suara yang merdu dan dia pun ikut menggerakkan badannya mengikuti irama music teman-temannya. Suasana di taman itu pun menjadi ramai, dan tidak sedikit yang mengeluarkan uang dan memasukkan ke dalam kotak yang ada di depan Virgo.

Dan semuanya bertepuk tangan ketika Virgo menyelesaikan lagu nya. Virgo dan teman-temannya pun mengangguk tanda ucapan terima kasih.

Lalu Virgo dan teman-temannya mulai mengemasi alat music mereka masing-masing.

“Hari ini cukup ya guys..” kata Virgo.

Yang lainpun mengangguk, kelima nya adalah mahasiswa Nan Yang asal Indonesia yang satu jurusan dengan Virgo, tingginya biaya hidup di Singapore, membuat mereka harus survive untuk mencari uang tambahan. Zein, cowo yang tadi memainkan perkusi tampak mulai menghitung uang yang ada di kotak tempat para penonton dan orang yang lewat memberikan uangnya.

“Wah lumayan nih..” kata Zein. “Kita bagi lima, masing-masing dapet 25 dollar, lumayan buat makan siang besok.. hahaha..”

Semuanya tertawa, Virgo juga tertawa, lalu dia mengambil sarung gitarnya dan memasukkan gitarnya, lalu seorang anak kecil mendekat padanya.

“Hai Angel…” sapa Virgo ramah.

“Hai kakak..”jawab anak kecil itu. “Ini kak.. Buat makan malam kakak”

Anak kecil itu menyerahkan sebuah kotak nasi pada Virgo, dan Virgo pun memeluk anak itu dan menaruh kotak nasi itu di tasnya lalu mengambil kotak nasi lain dari tas nya.

“Ini kotak nasi yang kemaren..” kata Virgo. “Udah kakak cuci.. Udah bersih.. Ma kasih ya Angel.. Salam buat mama..”

Anak kecil itu memeluk Virgo lagi.

“Dimakan ya kak.. Biar kakak sehat terus.. Kakak itu seperti malaikat ku..” bisik anak kecil itu.

“Kamu yang malaikat kakak..” kata Virgo.

Anak kecil itu tersenyum kemudian dia berlari kembali ke arah ibunya yang duduk di kursi taman tidak jauh dari posisi Virgo mengamen dan memperhatikan anaknya dari tadi. Virgo melambaikan tangan pada Ibu anak itu dan menganggukkan kepala tanda terima kasih.

“Ayo Vir..” kata Fitri yang tadi memegang saxophone. “Kita pulang yuk..”

Virgo mengangguk lalu mengalungkan tali sarung gitarnya ke punggungnya.

“Aku anterin ya..” kata Zein. “Aku bawain gitarnya biar ga berat..”

“Ga usah..” kata Virgo. “Nah kamu aja berat bawa kotak perkusi itu.. aku bisa pulang sendiri ko..”

“Lu tuh Zein..” kata Rio yang tadi memegang gitar. “Masih usaha juga lu ye.. Virgo dah nolak dari kapan tau..”

“Yee namanya juga usaha..” kata Zein.

Zein berperawakan cukup tinggi, tampan, dan rambutnya sedikit gondrong tapi rapi. Sementara Rio sedikit lebih pendek dari Zein dan berkaca mata.

“Udah ga papa.. Aku balik sendiri ko..” kata Virgo. “Aku duluan ya guys.. see you tomorrow..”

Virgo lalu berjalan sendiri dengan membawa gitar di punggungnya, ke arah stasiun MRT di Raffles Place, sementara teman-temannya ada yang berjalan ke arah halte bus, ada juga yang berjalan kaki masih menikmati malam yang cukup cerah itu.

*****

Rama dan Cintya tampak asyik berbincang di depan rumah Cintya. Keduanya berhadapan, dan saling berpegang tangan. Rama bersandar pada motornya.

“Hari ini exciting banget..” kata Cintya. “Ma kasih ya sayang.. You really cool..”

“Haha.. Aku pikir kamu takut lho situasi kayak tadi..” kata Rama. “Tapi kamu malah demen..”        

“Ngga takut.. selama ada mas di deketku..” jawab Cintya manja.

Rama tersenyum lalu mencium kening Cintya untuk berpamitan, dan dia pun pergi. Cintya lalu masuk ke rumahnya. Papanya sedang duduk menonton TV bersama mama nya di ruang tamu. Cintya mencium tangan kedua orang tuanya lalu duduk di tengah-tengah mereka. Mama Cintya tampak tersenyum lalu membelai rambut Cintya.

Lihat selengkapnya