Ramadan Terakhir Ludwig: Ibu Teladan, Ayah Petualang, Anak Istimewa

Oleh: Mahabb Adib-Abdillah

Blurb

FITRAH MANUSIA pada setiap orang itu bermacam-macam. Sesuai kodrat dan misi yang dikaruniakan Tuhan kepada masing-masing mereka. Seseorang yang telah menemukan fitrahnya: kenapa saya ada di bumi, siapa yang menciptakan saya, dan untuk apa saya diciptakan ada? Ketika manusia telah mendapatkannya, tahu asal-muasal diturunkan ke dunia ini, maka mereka akan mencari ilmu dan alatnya agar misi hidup mereka dijadikan sebagai manusia itu kembali kepada Pencipta dengan nilai rapor yang bagus, selamat, dan berkah bagi semesta. Benarkah, orang-orang yang wafat di tempat terindah atau terfavorit mereka disebut telah menemukan fitrah? Dan mereka pupus di medan jihad ketika mengemban misi di dunia masing-masing.

Kirayla Ayunda Hasnawati, atau disapa Kirey, bertahun-tahun meninggalkan suasana rumahnya yang serbaada, baik lahir maupun batin. Nahasnya, bukan itu yang ia cari di dunia ini. Sejak kehilangan ayahnya yang hingga kapan pun menjadi sosok panutannya, dia tumbuh menjadi wanita dewasa yang egois, ingin selalu diperhatikan, dan benci dinasihati walau itu amat baik baginya. Bekerja sebagai fotografer adalah passion hidupnya. Hingga Edison, sang sahabat kuliah, memberikan pekerjaan itu di majalah bisnis, traveling, dan pariwisata yang dia rintis bersama bos-nya yang sangat dikagumi Kirey. Kirey pun aktif di sana seolah menemukan surganya, setelah merasa gagal oleh pelbagai macam pekerjaan lamanya selama tiga tahun hijrah di Ibu Kota. Sementara itu, keluarga besarnya, keluarga pondok pesantren mewanti-wanti dirinya agar ingat asal-usulnya, jangan sampai jadi perawan tua di Jakarta, dan harus segera memakai jilbab sebagaimana kaum Muslimah di sekitar mereka. Kirey benci dengan nasihat dan peringatan mereka yang telah menganggapnya seperti anak gadis ingusan saja. Buntutnya, ia makin benci pada mereka ketika perkenalan calon suaminya.

Danish Donaukanal, atau Moza, seorang fotografer dan petualang dari Austria yang akhirnya meluluhkan hatinya. Jumpa pertama mereka di Pulau Komodo, ketika keduanya tengah mengambil obyek foto di pulau ajaib itu. Keduanya pun jatuh cinta karena memiliki kecocokan sebagai pencari jati diri: Kirey didera iklim keluarga kyai yang dirasakannya bak putri di sangkar emas, dan Moza sebagai korban perceraian orangtua serta aktor kehilangan kekasih demi pengorbanan kepada saudara terbaiknya yang sama-sama mencintainya, lalu keduanya memertanyakan fitrah mereka ada di dunia ini. Apakah Tuhan hanya ingin membuatnya menderita? Takmemiliki bahagia yang sesuai harapan hati dan selalu ditinggal jauh sosok-sosok yang membahagiakan?

Ludwig, buah hati Kirey dan Moza yang malah lebih banyak waktu dengan para pengasuhnya. Orang tua Ludwig pun beribut hebat dan berpisah dengan ideologi masing-masing. Di puncak dakwahnya, Moza wafat dalam keadaan Muslim di tempat terindahnya, pegunungan. Butuh waktu dan perjuangan yang panjang dia mengakui dia Muslim sebagai jati dirinya. Dia harus berkeliling Eropa, Afrika, lalu ke Asia, dan terakhir mantap menetap di Indonesia yang menurutnya berpesona yang berbeda, dan tergugah ber-Islam ketika ia menginap di perkampungan pesantren di rumah Kirey. Semangat ber-Islam-nya melesat cepat hingga dia diaku anak oleh seorang Habib dan mewasiatkannya membina pengajian mualaf se-Jabodetabek.

Dan pesan terakhir buat isterinya: "Mencari nafkah itu wajib, menuntut ilmu juga wajib, mendidik anak juga wajib, dan berdakwah juga wajib. Jikalah kita belum bisa melanjutkan dakwah Almarhum—ayah Kirey yang kiai itu—, setidaknya kita bisa berdakwahlah dahulu di rumah kecil ini, rumah kita!"

Tidak hanya Kirey yang terpukul. Tetapi, Ludwiglah yang sejak kecil banyak kehilangan figur orang tua. Setelah takmemiliki sosok kakek di dalam hidupnya, dia pun harus kehilangan ayah yang begitu perhatian, tapi dihancurkan oleh sikap keras ibunya. Kirey pun taktahu bahwa anaknya mengidap komplikasi di dalam tubuhnya, saking sibuknya berkarier di surga dunianya. Ludwid wafat di hari miladnya, 17 Ramadan. Di hari di mana dirinya mulai bertekad menjadi Muslimah sejatinya, yang memiliki ayah seorang kiai terpandang dan sering mengingatkan ummat berakhlak qurani—termasuk sempurna menutup aurat—, dan seorang suami mualaf yang penuh loyaliti dan integriti dalam mengualitaskan diri yang banyak ketertinggalannya, serta memajukan dakwahnya, termasuk nasihat bijak terakhirnya untuk isteri tercintanya: "Aku mendakwahi ribuan orang wajibnya menutup aurat, tapi istriku sendiri!"

Kirey, sebagai 40 Fotografer Terbaik Nasional, frustasi kelas tinggi, seolah ia mengaku bahwa Tuhan menunjukkan fitrahnya kepada dirinya yang keras itu dengan cara yang lebih keras. Lalu, ia kembali ke rumahnya yang telah ditinggalkan selama 11 tahun. Di sanalah, hidup barunya dimulai, pada Ramadan Terakhir Ludwig, demi meneruskan dakwah suci kedua figur terbaiknya, meski di dadanya terasa pilu karena mereka yang giat menjilbabkannya, takada lagi di dunia. Apakah ini ikhlas itu?![]

Lihat selengkapnya