SUNGAI PERASAAN yang kuciptakan hari ini adalah betapa berkah dan indah suasana kehidupan rumah tangga Aleksandri Sadu. Awalnya, aku mencibir, juga kasihan dengan nasib istri-istri yang dipoligami. Apalagi istri pertama. Bahkan ada suami yang rela bercerai demi memiliki istri kedua. Saktinya Alek, ia justru dicarikan bakal istri keduanya oleh sang istri pertama. “Suami yang saleh itu jika diibaratkan seperti bintang yang benderang melebihi lelaki yang lainnya, akan sayang jika cahaya mulianya itu hanya menerangi satu rumah, padahal jatahnya bisa menerangi tidak lebih dari empat rumah!” tutur bijak Teh Merima, sesegera itu pun asumsi dan kebodohanku selama ini tentang poligami runtuh seketika. “Yang perlu dipahami lagi, suami boleh memiliki 4 istri, bukan harus 4 istri.”
Di hadapannya aku mengangguk-angguk mengerti. Namun, dalam hati ini menyangkal, tidak semudah itu, Teh, setiap perempuan menerima dipoligami. Ada alasan kuat seseorang ikhlas menjadi istri pertama, kedua, ketiga, keempat, bahkan ada yang bodoh menyenangi sebagai istri simpanan atau istri siri.
“Berdoa apa nih di Baitullah, Mbak Kirey?” canda istri pertama Alek itu pada saat aku berkunjung ke rumahnya. Sebulan kepulanganku dari tanah suci. Umrah ketigaku, sebulan seusai aku, Ludwig dan Novita dari Wina. Sementara yang pertama aku ikut acara pondok, lengkap bersama Moza, Ludwig balita, dan Novita. Dan umrah keduaku bersama program kantor, Ishac diwakili Mbak Siera.