Di bawah temaram rembulan yang bersinar terang dan tampak besar, bayangan kaki seorang wanita memantul terbenam di atas tanah. Bayangannya terjulur di tanah sedari penghujung Maghrib hingga Isya’ datang menyapa. Sepanjang waktu itu, kedua kakinya dimainkan dan diayunkan ke kanan-kiri menyapu bersih kelopak bunga yang berserakan dibawah kakinya. Guguran bunga yang jatuh karena hempasan angin membuatnya berlaku seperti bocah cilik yang memainkan jari jemarinya dibawah rintikan hujan. Hanya saja air mukanya berbeda, ketika bocah cilik semringah bermain air hujan maka sendu dan pilu yang keluar dari wajahnya.
Sepanjang taman Yuyuntan ratusan pohon apricot bermekaran menyambut hangatnya bulan Mei. Ranumnya bunga apricot yang mekar membuat diri wanita itu tersamar, karena jubah kain yang membalut tubuhnya berpadu coraknya. Berkali-kali semilir angin berembus melayangkan tepi kain yang menyelebungi kepalanya. Akibatnya rona wajah yang putih asalnya, berubah memerah di kedua sisi pipinya. Berbagai motif warna yang menghias warna mukanya tak lantas menjadikan raut mukanya indah bergelimang manis. Meski diusahakan sekuat tenaga rasa pilu akan terlihat jelas, karena rasa itu telah menyerap ke dalam wajahnya. Dari tempatnya berdiam diri di kejauhan terdengar suara memekak mendadak muncul.
“Mayyyy, bagaimana bisa hari esok akan datang?” ucapnya senang seakan tidak percaya bahwa hari esok akan datang.
Sapaan sahabatnya yang nyaring mendecing di telinga seakan tidak mengalihkan lamunannya. Pikirannya melayang sibuk memikirkan tentang hari esok, sesuatu yang payah mengaduk hati akan terulang kembali. Semua kejadian yang dialami seseorang akan berputar lagi dari awal perjumpaan hingga perpisahan. Orang itu akan menjalani hidupnya lagi dari awal, segala rasa penasaran dan rindu yang menyelebung dalam hatinya akan membuka tabir masa lalu. Begitulah kejadian lampau yang mengaduk perasaan Mayleen bersama seseorang.
“May, yi er san… plakkk“1 Suara keras dipulkulkan oleh kedua telapak tangan tepat dihadapan wajah Mayleen sekejap membuyarkan lamunannya.
“Ehhhh, Yeyen kapan kau duduk di sini?” dengan mengejapkan kedua bola matanya sedikit terkejut atas kedatangan Yenny, Mayleen secepat kilas menyapu kedua pipinya yang basah.