Ramadhan Telah Berpulang

Lailul Fitrotushoimah
Chapter #3

Tentang Hari Esok (Part 2)

“Terus saja seperti itu, kebiasaan lamamu kumat. Aku bercanda kau anggap serius dan saat aku serius kau anggap bercanda” Bagi Yenny hidup akan serasa tebalik jika bersama Mayleen, semua hal akan berlawanan dan itu menguras banyak tenaga dan emosi. Namun, justru karena sifat Mayleen yang jujur membuat Yenny tersadar tentang sesuatu yang berharga tak bernilai artinya.

“Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau sakit? Perlukah aku membawamu ke rumah sakit?” lanjut Yenny mengalihkan perhatian Mayleen yang kosong sedari tadi, dengan membalikkan wajah Mayleen ke kanan dan kiri berungkali bersamaan wajah cemas yang tergambar bercanda.

“Yeyen, jangan berlebihan. Kalau diperhatikan justru kau yang butuh rumah sakit, lihatlah sandal yang kau pakai” mencoba melepas cengkreman kedua tangan Yenny dari wajahnya, dengan dengusan kesal atas perlakuan Yenny. Sekarang terlihat oleh Yenny di kedua sudut mata Mayleen bersisa rembesan air yang ditahannya dan bekas di kedua pipinya pasti sudah dirasa oleh kedua tangan Yenny.

“Dapat darimana lagi sandal itu? Kebiasaan anehmu kumat kan? Sudah berapa korban yang terkena penyakitmu, kasihan mereka harus mencari pasangan sandal itu” dengan cekatan Mayleen mencoba mengalihkan perhatian Yenny atas kejanggalan yang dirasa.

“May, kau ini selalu saja ambil kesempatan menyalahkan orang lain. Aku memakainya karena peduli padamu, sebentar lagi sudah iqomah Isya’, semua sudah berkumpul untuk menunaikannya. Kalau tidak terpikir keberadaanmu, tidak juga aku tergesa memakai sandal orang dan berlarian ke sini menghampirimu” terang Yenny mengakui kebodohan dan keteledorannya karena memakai barang orang lain.

“Lagian, kenapa pula kau berada di sini. Duduk sendiri di bawah pohon apricot dalam gelap, dengan muka bertekuk, sudah tampak seperti kulit mayat. Kau tidak sedang berperan sebagai mbak kunti-kan?” Yenny mencoba membuat lelucon meski dirinya sudah mengetahui dasar kenapa Mayleen merenung di taman yang sepi.

“Mana ada mbak kunti secantik dan seanggun ini, kau memang benar-benar sudah sakit. Hahaha” sambung Mayleen, bertingkah lucu atas bahan guyonan Yenny.

“Ada mbak Kunti versi China yang memakai jubah putihnya bercorak bunga apricot, yang duduk menyendiri melamun setiap tahunnya di malam seperti ini” Sahut Yenny malas melihat kebiasaan Mayleen yang selalu menghidupkan tradisinya.

Setiap tahun ketika hari esok tiba, malamnya sering didapati Mayleen termenung menyendiri mengenang keputusan dan kenangannya.

“Maaf” Jawab Mayleen singkat tanpa memberi sedikitpun pembelaan, Mayleen menyadari kebiasaan buruknya selalu membuatnya mengingat-ingat kebahagian dan kesedihan lampau.

“Berusahalah meski harus bersusah payah atau kau mau kuantar berobat, penyakitmu itu terus-terusan kambuh” Teguran sembarang Yenny lemparkan ke Mayleen.

Sering kali Yenny memberi nasihat dan anjuran yang menguatkan Mayleen. Hingga membuat Yenny tampak seperti Ibu kandung Mayleen, memarahi anaknya yang berbuat nakal dan memuji anaknya jika melakukan perbuatan yang baik. Selayaknya orang tua asuh, Yenny berusaha untuk tidak melewatkan persoalan pribadi Mayleen, segala keluh kesah yang dipendam Mayleen diminta Yenny untuk dikeluarkan dan dipecahkan bersama.

Lihat selengkapnya