Bibir bawah Bulan bergetar kecil. Seketika itu juga dia kehilangan kendari diri, tidak tahu harus melakukan apa. Ingin kabur, tetapi entah bagaimana caranya. Dia tersudut, seperti tikus kecil yang masuk ke dalam perangkap karena tergiur secuil ikan tongkol. Dirinya sama sekali tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Ramzy di tempat ini. Dari kabar yang beredar di obrolan grup, cowok itu diketahui sedang bekerja di perusahaan farmasi luar negeri. Kenapa tiba-tiba ada di sini?
Satu sapaan dari Ramzy benar-benar membuat pertahanan Bulan runtuh dalam hitungan detik. Usaha Bulan selama nyaris sewindu terakhir untuk move on seketika berubah menjadi butiran debu. Bulan belum tuntas berdamai dengan patah hatinya dan kini harus bertemu Ramzy pada waktu yang tidak dia antisipasi sama sekali. Dia butuh pintu ajaib milik si robot kucing untuk melarikan diri sekarang.
“Hai, Bulan. Kamu apa kabar?” Ramzy mengulangi sapaannya. Senyumnya begitu lebar, berbanding terbalik dengan Bulan yang terlihat seperti tersesat di antah berantah.
Dengan terpaksa, Bulan melengkungkan garis bibirnya ke atas. Tentu kabar Bulan sedang tidak baik-baik saja saat ini. Bertemu lagi dengan mantan pacar di depan toilet adalah sesuatu yang tidak bisa disebut momen indah meskipun restoran itu terbilang mewah. Bulan jadi serba salah. Separuh hati masih menyimpan rasa rindu, tetapi ego karena pernah dicampakkan begitu saja, menahan dirinya untuk tidak memedulikan kerinduan itu. Mengamuk pun rasanya tidak berguna.
Ingat, Bulan, cowok di depan lo ini cuma nanya kabar, bukan ngajak balikan! Nggak usah kepedean, apalagi baper duluan! Bulan memperingatkan diri agar tidak berharap lebih atas situasi ini.
Kedua tangan Bulan terkepal kuat di samping badan. Dia sedang berusaha mengontrol diri supaya tidak melakukan hal konyol yang akan membuatnya kehilangan muka di depan sang mantan. Bulan harus bersikap biasa-biasa saja, tidak boleh ketahuan kalau dirinya kesulitan berpaling dari cowok itu.
“Kamu masih marah sama aku?” Ramzy kembali bersuara karena Bulan diam saja.
Bulan menggigit bibir bawahnya bagian dalam. Tiba-tiba dia ingin marah kepada Ramzy yang masih saja berbicara begitu lembut. Apalagi penggunaan sebutan ‘aku-kamu’ rawan membuat baper hati yang sudah bertahun-tahun lamanya tidak terjamah asmara.
Argh!!! Gue harus gimana? Kepala Bulan rasanya berdenyut-denyut keras sekali. Sayangnya, dia tidak bisa meluapkan perasaan apa pun sekarang.
“Bulan, kamu baik-baik aja, kan?” Raut wajah Ramzy berangsur menjadi panik.
Ramzy hendak melangkah mendekat, tetapi Bulan buru-buru mengangkat tangan kanannya, mecegah cowok itu bergerak. Cowok itu semakin kebingungan.
Bulan menebak ekspresi wajahnya sendiri saat ini pasti seperti sedang terserang sembelit dadakan. Memalukan. Dia bahkan mulai merasa sesak napas. Usahanya untuk mengontrol diri ternyata berada di ujung kegagalan.
Malu-maluin banget, sih! Bulan merutuk diri, rasanya ingin tenggelam saja di rawa-rawa.
“A—aku b—baik a—aja.” Bulan sekarang malah terdengar seperti bocah yang baru belajar mengeja kata.
Lengkap sudah rasa malu Bulan. Bagaimana dia bisa membuat mantan menyesal, kalau dirinya sendiri bermental kenyal?
Ya Allah ... aku butuh Doraemon sekarang. Iron Man juga nggak apa-apa, deh. Bulan sungguh butuh Tim SAR untuk menyelamatkannya yang masih berdiri seperti patung Pancoran di depan mantan.
“Bulan!”
Seruan itu meloloskan desahan lega dari indra penciuman Bulan. Senyum tipisnya terbit begitu Ramadzan terlihat berjalan mendekat. Bahkan di matanya, Ramadzan sangat gagah. Bulan bisa melihat daun maple imajiner berguguran mengiringi langkah cowok itu. Bulan tidak pernah merasa selega ini sebelumnya.
Rama memang pahlawanku! Terima kasih, Ya Allah! Bulan rasanya ingin berjingkrak girang dan memeluk Ramadzan, lalu mengajaknya menari Salsa.
Ramzy ikut menoleh ke arah sumber suara. Cowok dengan jaket hitam itu berjalan menghampirinya dan Bulan. Ramzy tentu mengenalnya juga.
“Gue kira lo ketiduran sambil pup. Lama banget,” ujar Ramadzan, selalu tidak kenal situasi.