Rambu-Rambu Masa Lalu

Lovaerina
Chapter #10

Bab 10 - Hati-Hati Dengan Hati

Mbul, lo gak usah pesen ojol.

Pulang bareng gue aja. 

Gue udah di depan kantor lo, nih.

Gue tungguin. 

Bulan membaca pesan teks yang baru saja masuk di ponselnya. Sudah pasti pengirimnya adalah Ramadzan karena tidak ada yang memanggil seperti itu. 

Masih ada lima menit sebelum jam kerja selesai. Perusahaan Bulan menerapkan sistem tepat waktu. Baik masuk, maupun pulang. Para karyawan hampir tidak pernah ada yang lembur pada hari-hari biasa. Batas maksimal untuk menyelesaikan pekerjaan adalah tiga puluh menit setelah jam lima, kecuali pada bulan Desember. Menjelang akhir tahun memang waktu terasa bergerak lebih cepat dari hari yang lainnya dan banyak hal harus diselesaikan sebelum tutup buku.

Gue masih harus kelarin satu berkas, Ram. Tinggal sedikit doang, sih. Bulan membalas pesan Ramadzan.

Oke. Santai aja, Mbul.

Gue lagi nongki sama satpam kantor lo. Lumayan dapat gorengan gratis sama teh anget. 

Dua notifikasi balasan kembali masuk di kotak pesan Bulan. Dia tidak lagi membalas pesan yang Ramadzan akhiri dengan emotikon tertawa sebanyak sembilan karakter itu. Bulan harus segera menyelesaikan pekerjaan supaya Ramadzan tidak menunggunya terlalu lama meskipun cowok itu tidak akan protes tentang hal tersebut. Ramadzan bahkan pernah menunggu Bulan lebih dari satu jam dan tidak menunjukkan raut kesal sedikit pun.

Pukul lima lebih sembilan menit, pekerjaan Bulan akhirnya selesai juga. Dia mematikan perangkat komputer dan menyimpan berkas kerjanya dalam laci yang tersedia. Setelah menguncir rambut hitam sebahunya, Bulan berpamitan dengan beberapa teman lain yang masih bertahan untuk menyelesaikan tugas masing-masing, lalu bergegas keluar kantor .

“Rama!” Bulan berseru memanggil Ramadzan yang sedang asyik mengunyah pisang goreng dan menghampirinya.

Ramadzan buru-buru menelan gorengan di dalam mulutnya yang belum selesai dikunyah, lalu meneguk sisa teh hangat dalam cangkir putih yang disuguhkan, dan beranjak dari hadapan seorang petugas keamanan.

“Makasih buat gorengan sama minumannya, Pak,” ucap Ramadzan.

“Sama-sama, Mas Rama. Besok jemput Mbak Bulan lagi, ya, Mas,” timpal satpam itu dengan akrab.

Ramadzan mengangguk dibarengi cengiran lebar. “Sip! Sisain aja gorengan lagi besok, Pak!”

Pak Satpam terkekeh mendengar ucapan Ramadzan yang bergegas menuju ke parkiran motor bersama Bulan. Petugas keamanan itu menggeleng kecil melihat Bulan yang melayangkan tinjuan ringan ke lengan Ramadzan. Interaksi tersebut terlalu manis untuk dilewatkan.

Beberapa petugas keamanan di sana sudah tidak asing dengan kehadiran Ramadzan. Terlebih lagi, cowok pemilik rambut sedikit kecokelatan itu adalah orang yang supel dan mau berbincang dengan siapa saja. Mereka sempat menyangka kalau Ramadzan adalah suami Bulan, minimal memiliki hubungan asmara sebagai pasangan kekasih. Namun, dugaan itu langsung dibantah oleh Ramadzan yang menegaskan bahwa hubungannya dengan Bulan hanya sebatas teman, tidak lebih.

“Kok lo udah di sini, sih?” tanya Bulan sambil memakai helm yang diulurkan oleh Ramadzan kepadanya.

Ramadzan memang sering kali membawa helm cadangan. Apalagi kalau berniat menjemput Bulan. Keselamatan pengemudi dan penumpang harus selalu diutamakan.

“Gue kan udah bilang, Pak Bos mah super duper santuy. Asal kerjaan beres, mau pulang tengah hari juga nggak jadi masalah. Gaji tetap aman, nggak kena potongan.” Ramadzan menjelaskan dengan gaya pamer. Tempat kerjanya memang idaman. 

“Enak banget, sih. Gue mau pindah kerja di tempat lo aja, deh.” Bulan mencebik iri.

Lihat selengkapnya