Rambu-Rambu Masa Lalu

Lovaerina
Chapter #16

Bab 16 - Satu Arah

Ramadzan tidak bisa menentukan keputusan sendiri atas tantangan Ramzy. Dia perlu teman berbincang mencari jawaban sekaligus meyakinkan diri tentang perasaannya terhadap Bulan. Ramadzan memang menyukai Bulan, tetapi belum sepenuhnya yakin kalau itu adalah bentuk perasaan cinta. Dia masih berpikir bahwa perasaannya pada Bulan adalah murni kasih sayang antar sahabat. Tidak lebih. Kegamangannya justru datang dari Ramzy. 

Satu-satunya teman yang Ramadzan yakini bisa memberikan solusi adalah Daus. Cowok itu cukup berpengalaman soal asmara. Sejauh yang Ramadzan tahu, Daus memiliki sembilan mantan pacar kalau diakumulasi sejak masa SMA.

Chandra lebih eksper lagi dibandingkan Daus. Namun, Ramadzan tidak enak kalau membicarakan soal Bulan pada temannya yang satu itu. Selain karena istri Chandra yang selalu menempel ke mana-mana, dia juga cukup dekat dengan Ramzy. Dulu mereka teman satu bangku.

“Muka lo angker bener, Ram. Masalahnya berat banget, ya?” Daus seperti cenayang yang bisa membaca permasalahan hanya dari melihat wajah orang. 

Cerita panjang Ramadzan bergulir. Dimulai dari pertikaian kecilnya dengan Bulan karena salah paham. Kemudian berlanjut tentang pertemuannya dengan Ramzy dan obrolan mereka. 

“Ramzy nantangin gue buat berjuang dapetin Bulan,” pungkas Ramadzan setelah mengungkapkan problematika yang sedang dihadapinya.

Daus mengangguk-angguk sambil mengelus dagu mulusnya yang tidak ditumbuhi bulu satu pun. Dia sudah memahami garis besar permasalahan Ramadzan, cinta segitiga yang cukup klise.

“Jadi, lo mau perjuangin Bulan cuma karena ditantangin sama Ramzy? Itu berarti kalian jadiin Bulan taruhan, Kadal!” Daus keberatan atas kesepakatan yang dibuat Ramadzan dan Ramzy.

“Nggak gitu juga, Us,” elak Ramadzan, terlihat tidak yakin.

“Nggak gitu, gimana? Kenyataannya memang gitu, kok,” tandas Daus. 

Ramadzan tidak membantah. Dia tidak bermaksud menjadikan Bulan bahan taruhan, Ramzy pun mengaku bukan itu tujuannya menantang Ramadzan. Bulan memang layak diperjuangkan. 

“Lo pikir baik-baik pakai otak. Apa arti Bulan buat lo? Cuma teman atau lebih berharga dari itu?” Daus memancing nalar Ramadzan untuk menggali arti keberadaan Bulan bagi dirinya.

Ramadzan menelan ludah. Pikirannya sedang kacau balau serupa tumpukan lego yang ditendang hingga berserakan di lantai karena telah melakukan kesalahan terhadap Bulan. Satu hal yang Ramadzan yakini, Bulan sangat berarti bagi dirinya. Jika tidak, Ramadzan akan masa bodoh dengan apa pun yang terjadi pada cewek itu. Dia tidak akan gundah gulana atas kesalahpahaman yang terjadi dengan Bulan. 

Menurut Daus, kunci dari polemik yang dihadapi oleh Ramadzan adalah Bulan. Hanya dia yang berhak menentukan kepada siapa hatinya menjatuhkan pilihan. Namun, Ramadzan juga patut berjuang lebih dulu meskipun hasilnya sudah terbaca dengan jelas.

“Ramzy Kepala Divisi, lo cuma karyawan biasa. Ramzy lulusan S2, lo cuma S1. Ramzy pernah kerja di luar negeri, lo naik bis keluar kota aja muntah-muntah sepanjang jalan, harus tempel koyo sama minum obat anti mabok. Kalau dipikir-pikir pakai akal sehat, sih, Ramzy husband material banget di mata kaum hawa sama calon mertua. Lo cuma bahan material bangunan, Ram,” tutur Daus panjang lebar dan menohok hingga ke ulu hati.

Ramadzan mendelik sengit. Dia mengungkapkan semua kepada Daus supaya mendapat pencerahan, bukan malah dijatuhkan sampai ke dasar Palung Mariana seperti ini.

“Gue tau kali, Us! Tau banget perbandingan Ramzy sama gue tuh kayak langit lapisan ke tujuh sama kerak bumi. Tapi, masa gue nyerah gitu aja, sih? Sebagai cowok sejati, harga diri gue perlu dipertahankan juga, Us!” debat Ramadzan menolak kalah sebelum berperang.

“Paham, sih, Ram. Tapi, lo jangan lupa buat sadar diri juga. Lo nggak cuma kalah perkara materi, urusan hati juga udah kalah telak.” Daus menampar Ramadzan dengan fakta yang sulit dielak.

Lihat selengkapnya