Rambu-Rambu Masa Lalu

Lovaerina
Chapter #18

Bab 18 - Verboden

Bulan baru saja kembali dari makan siang bersama rekan kerja yang lain. Mereka terbiasa kembali masuk ke ruangan beberapa menit sebelum jam kerja dimulai meskipun tidak ada absensi tengah hari. Beberapa dari mereka ada yang membawa bekal sendiri atau memesan makanan melalui layanan pesan antar, sehingga tidak perlu meninggalkan ruangan.

“Pak Ramzy nggak makan siang?” tanya salah seorang rekan Bulan pada cowok yang sudah duduk di kursinya sambil menatap layar monitor.

Selain diperbolehkan bekerja di mana saja, apra karyawan memang dekat tanpa perlu membedakan tingkatan posisi. Dengan kepala divisi yang lama saja mereka biasa bergosip bersama. 

Bibir Ramzy melengkung tipis ke atas sebelum menimpali ujaran mereka. “Saya udah makan, kok.”

“Besok makan siang bareng sama kita aja, Pak,” timpal yang lain.

Ramzy hanya menimpali dengan senyuman tipis. 

Bulan baru berniat duduk ketika Ramzy tiba-tiba menghampiri dan berdiri tepat di hadapannya. Setelah mengakui perasaan beberapa waktu lalu, Ramzy semakin gencar melakukan pendekatan kepada Bulan meskipun tidak pernah mendapatkan tanggapan. Jujur saja, Bulan tidak yakin akan menerima Ramzy kembali begitu saja.

“Kamu ikut saya meeting sama Farmasindo sekarang,” ucap Ramzy menginstruksi.

Di hadapan rekan kerja yang lain, Ramzy bersikap lebih profesional demi menjaga kenyamanan Bulan. Dia tidak mau karyawan lain merundung cewek itu karena dekat dengannya. Kecuali kalau nanti Ramzy telah berhasil meluluhkan hati sang mantan lagi, dia tidak akan ragu menunjukkan kemesraan.

Bukan hanya Bulan yang terkejut mendengar ucapan Ramzy, melainkan rekan-rekan lainnya pun saling pandang. Sebab, Bulan biasanya hanya mengerjakan dan meninjau draf-draf perjanjian. Sudah ada karyawan lain yang bertugas melakukan negosiasi dengan klien bersama Kepala Divisi atau manajer.

“Kenapa saya, Pak?” Bulan melirik rekan-rekan kerjanya, terutama Erfina yang selama ini mendampingi Kepala Divisi atau manajer mereka saat bertemu klien.

Bulan tidak bermaksud membantah, tetapi melakukan diskusi semacam itu adalah hal yang lumrah di perusahaan mereka. Karyawan pada lini lebih rendah tidak harus selalu menuruti atasannya, termasuk pada petinggi perusahaan sekalipun. Tidak ada senioritas di sana.

“Siapa yang buat draf proposal untuk Farmasindo?” Ramzy balik bertanya.

“Saya,” balas Bulan singkat.

“Jadi, menurut kamu ada yang lebih memahami isi proposal kerja sama itu dibandingkan kamu sendiri?” Itu jelas pertanyaan retorik.

Bulan tidak perlu menjawab. Dia yakin apa pun alasan yang dilontarkan, Ramzy tetap akan memaksanya untuk ikut. Bulan jadi penasaran apa yang sedang Ramzy rencanakan. Dia rasa ada maksud tersembunyi di balik perintah Ramzy memintanya mendampingi bertemu klien.

Ramzy menilik arloji analog yang melingkar di pergelangan tangan kanan. “Kita bisa terlambat kalau nggak berangkat sekarang.”

Bulan tidak memiliki pilihan selain menuruti ajakan Ramzy itu. Dia tidak mau mengacaukan pekerjaannya.

Ramzy meminta salinan proposal yang sudah diberikan kepada Erfina, sedangkan Bulan bergegas merapikan meja kerjanya sebelum dia tinggal pergi.

“Saya bawakan berkasnya, Pak?” Bulan mengulurkan tangan, meminta berkas dari Ramzy.

Lihat selengkapnya