Rana Cinta

Dee_ane
Chapter #3

2. Hindia Belanda

Ryu akhirnya berangkat ke Hindia Belanda, sebuah tempat yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Melalui pelabuhan Yokohama, ia berangkat diantar oleh ibu dan adiknya. Selama dua bulan mengapung di samudra, akhirnya kapalnya berlabuh di Pelabuhan Tanjoeng Priok di Batavia.

Ryu memicingkan matanya saat turun dari tangga kapal. Akhirnya dia bisa memijak bumi setelah beberapa bulan hidup di kapal. Udara hangat dan sinar matahari menyapa seolah alam negeri itu ingin mengucapkan selamat datang.

"Selamat datang di Hindia Belanda!" ujar Eiji Yamaguchi. Dia adalah adik dari ayah Ryu.

"Terima kasih," jawab Ryu menjawab dengan bahasa Indonesia seolah ia disambut oleh pamannya.

Bahasa itu menurut cerita Eiji, menjadi pemersatu yang sudah diikrarkan oleh para pemuda intelektual lokal satu dasawarsa yang lalu. Eiji berkata, bahwa Ryu harus menguasai bahasa itu karena terdapat banyak bahasa lokal di Hindia Belanda. Hanya kaum terpelajar yang bisa menguasai bahasa Belanda. Eiji hanya perlu mengasah kemampuan bahasa Indonesia Ryu. Lelaki itu pernah mempelajari sewaktu di bangku kuliah di jurusan Sastra Universitas Keio. Selain itu ia juga mempunyai teman dari Indonesia yang berkuliah di sana.

Dengan mata menyipit menghalau silau, matanya menjelajah keriuhan pelabuhan Tandjoeng Priok. Mentari yang membelai kulit Ryu mengingatkannya pada musim panas di Jepang. Hawa yang hangat, cenderung panas, membuat batin Ryu yang beku mencair.

Lelaki itu meraup udara laut negara tropis, lalu mengembuskannya kuat-kuat. Di sini Ryu harus melangkah maju, meninggalkan kisah cinta yang menyakitkan dan menikmati petualangannya di Negeri Zamrud Khatulistiwa yang sangat indah. Ia tidak ingin menyesal ikut datang ke Hindia Belanda.

Paman dan keponakan kini telah berjalan menuju ke gerbang depan pelabuhan. Masih memanggul bawaannya Eiji tampak mengedarkan pandangannya ke segala arah.

"Aku sudah mengirimkan telegram pada temanku agar menjemput kita di pelabuhan." Mata Eiji memicing dan saat pandangannya bersirobok dengan seseorang yang ia kenal, senyuman lebar terukir di wajah.

"Kenji San!" sapa Eiji begitu yang bernama Kenji itu berjalan mendekat ke arahnya.

Ryu membungkuk memberi sapaannya. "Kon'nichiwa, Yamaguchi Ryƫdesu (Selamat siang, nama saya Yamaguchi Ryu)."

"Nama saya Kenji Ikeda." Kenji membalas sapaan Ryu, kemudian membantu pemuda yang terlihat kelelahan itu membawa beberapa barang.

Kenji bertubuh kecil. Tatanan rambutnya rapi dengan senyum lebar yang selalu menghias di bibir.

Melihat mobil yang terparkir di sisi luar pelabuhan, Ryu menyimpulkan bahwa pemuda yang ia taksir umurnya di awal tiga puluh tahun itu bukan orang yang sembarangan.

"Apa pekerjaannya, Oji-san? Dia terlihat kaya," bisik Ryu yang merasa sangat canggung.

Keluarganya tidak sekaya itu untuk mempunyai sebuah mobil. Jangankan mobil, untuk menyekolahkan Ryu saja, ibunya yang seorang janda sangat kewalahan. Namun, berkat kecerdasan Ryu dan balas jasa atas ayahanda yang gugur saat memimpin insiden Manchuria pada tahun 1931, Kaisar Showa itu memberikan bantuan pendidikan.

Pertanyaan Ryu tak langsung dijawab Eiji. Mereka masuk lebih dahulu ke kabin belakang, sementara Kenji berada di depan bersama seorang sopir pribumi.

"Dia keluarga Kaisar. Keluarga Ikeda yang ternama."

"Sou desuka (Oh, begitu)," Ryu mengerucutkan bibirnya dan mengangguk-angguk paham.

"Ikutlah bersamanya! Dia akan memberikan jalan yang terbaik untukmu. Kamu tidak mau memegang senjata, bukan?" Lagi, Ryu mengangguk.

Lihat selengkapnya