“Ini cerita apa-an? Gak menarik sama sekali. Kamu gimana sih? Saya sudah kasih kamu uang muka yang banyak tapi hasilnya cerita sampah. Pokoknya saya gak mau tahu, kamu harus selesaikan cerita yang menarik dalam waktu satu minggu,” kata Harbowo kepada Chandra. Chandra hanya menunduk tanpa sepatah kata pun.
“Kalau dalam seminggu kamu tidak menyelesaikan cerita saya, lebih baik kamu kembalikan uang muka yang sudah saya beri ke kamu.”
Chandra mendongakkan kepala menatap Harbowo.
“Baik, Pak ... Saya akan berusaha membuat cerita yang menarik.”
“Kamu boleh pergi.”
Chandra beringsut dan beranjak dari kursinya, lalu keluar dari ruangan Harbowo. Kini ia tengah menghadapi masa-masa sulit. Di mana sang mama sangat membutuhkan biaya perobatan, ia juga harus mencari kontrakan baru. Jakarta bukan lah kota yang tepat untuknya. Namun demi kelangsungan hidup, Chandra harus terus berjuang. Chandra harus keluar dari Jakarta untuk sebuah script baru.
###
Chandra memperhatikan rumah kontrakan di depannya. Rumah berlantai dua bercat putih yang sudah berubah warna keabuan. Chandra mengernyitkan keningnya, kemudian masuk sambil mencari si pemilik rumah. Matanya memperhatikan sekeliling rumah itu dengan seksama. Chandra berjalan mendekati rumah itu. Di dinding depan ditempelkan sebuah tulisan ”MENERIMA ANAK KOST.” Tulisan itu terlihat sudah buram, menggunakan cat minyak warna hitam. Chandra mencari seseorang yang memiliki rumah kost-kostan itu. Siapa tahu cocok dia bisa mengontraknya selama setahun. Chandra menuju halaman belakang. Ada sebuah sumur tua yang ditutupi seng bekas. Kayu penyangganya sudah patah dan gayungnya sudah pecah. Chandra memperhatikan sekeliling halaman belakang. Rimbun.
”Assalamualaikumm ...” Chandra berteriak keras seraya memberi salam. ”Apakah ada orang?” Chandra celingukan mencari si pemilik kost. Tidak ada jawaban.
Chandra kembali mengamati sumur tua itu dengan seksama. Tampak menyeramkan. Seperti ada guratan-guratan peristiwa zaman dulunya.
Di samping bangunan itu tumbuh pohon jati yang rindang. Ilalang panjang dan rumput-rumput liar merambat sebagian di sisi rumah.
”Ada perlu apa, Nak?” Tiba-tiba saja sebuah suara mengejutkan Chandra. Ia menoleh ke belakang. Seorang perempuan tua dengan kerutan di wajahnya yang tampak jelas. Rambutnya sudah memutih.
”Ee ... Eee ... Saya mau mencari kamar kost, Bu," sahut Chandra gugup. Degub jantungnya berdebar hebat karena terkejut.
”Masih ada satu kamar lagi yang kosong,” kata perempuan tua itu dengan tatapan tajam.
”Boleh saya melihatnya?” tanya Chandra ragu.